Kendari. Bentara Timur – Ketua DPD Gerindra Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Andi Ady Aksar angkat suara perihal tertangkapnya Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur, yang merupakan kader Gerindra dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (21/9/2021).
Ady mengatakan, tindakan yang dilakukan Andi Merya merupakan urusan pribadi yang bersangkutan dan tidak ada sangkutpautnya dengan Partai Gerindra. Sementara untuk posisinya di partai saat ini telah dinonaktifkan, sambil menunggu keputusan dari DPP Partai Gerindra.
“Untuk langkah yang kami ambil sekarang ini berkonsultasi mengenai apakah atas tindakan hal itu yang bersangkutan akan diberhentikan atau yang bersangkutan diminta untuk mundur. Tapi untuk saat ini kita nonaktifkan sementara dan kita masih proses untuk kelanjutannya,” kata Ady lewat pesan WhatsAppnya, Selasa (28/9/2021).
Gerindra juga kata Ady menghormati proses hukum yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah itu. Ia juga menepis kabar miring terkait tidak adanya bantuan hukum yang diberikan oleh DPD Gerindra Sultra.
Ady bilang, bahwa pihaknya bukannya tidak memberikan bantuan hukum melainkan saat kejadian tersebut pihak keluarga yang bersangkutan telah memiliki pengacara hukum (PH) untuk menangani perkara tersebut.
“Saat permasalahan itu terjadi kami mendapat informasi dari keluarga yang bersangkutan bahwa mereka sudah memiliki PH sendiri, dan niat kami sudah mencari tahu hal itu,” ujar Ady.
Ady juga menegaskan bahwa pihaknya tidak habis manis sepah dibuang seperti yang berkembang di kalangan publik saat ini.
“Jujur kami itu tidak habis manis sepah dibuang, karena semua kader di Gerindra adalah kader pejuang yang memang bertekad bersama-sama membesarkan partai,” pungkasnya.
Kadernya Kena OTT KPK, Gerindra Sultra Hormati Proses Hukum
Kena OTT KPK, Bupati Koltim Baru Tiga Bulan Menjabat
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN) sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Ia ditetapkan tersangka bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Anzarullah (AZR).
Dalam perkaranya, Andi Merya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Anzarullah, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah sempat terjaring OT KPK pada Selasa (21/9/2021) malam, dan ditemukan bukti permulaan yang cukup.
“Setelah dilakukan pengumpulan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, selanjutnya KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron, dalam konferensi pers, seperti dikutip dari akun youtube KPK RI Rabu (22/9/2021).
Ghufron menjelaskan, kasus ini bermula saat Andi Merya dan Anzarullah mengajukan dana hibah kepada BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) dan dana siap pakai atau DSP pada periode Maret hingga Agustus 2021.
Pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di Kantor BNPB, Jakarta.
Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.
Dari pemaparan itu, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
“AMN menyetujui permintaan AZR (Anzarullah) tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30 persen,” ungkap Ghufron.
Selanjutnya Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ramawan selaku Kabag ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE sehingga perusahaan milik Anzarullah dan atau grupnya dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.
Sebagai realisasi kesepakatan, Andi Merya diduga meminta uang sebesar Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
OTT KPK, Bupati Kolaka Timur Ditangkap Bersama Kadis BPBD
“AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp25 juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari,” ujar Ghufron.
Atas dugaan tindak pidana itu, Anzarullah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Andi Merya selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Reporter : rmh