Pimpinan Institut Agama Islam Negeri atau IAIN Ambon meminta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencabut penghargaan yang diberikan untuk pers mahasiswa Lintas. Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama IAIN Ambon, Faqih Seknun menganggap lembaga pers mahasiswa atau LPM Lintas di IAIN Ambon itu tak pantas menerima penghargaan.
“Kami minta kepada AJI untuk menarik kembali penghargaan yang telah diberikan. Menurut kami itu tidak layak, tak pantas,” kata Faqih kepada Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Pers mahasiswa Lintas menerima penghargaan saat Malam Resepsi Hari Ulang Tahun AJI ke-28 bertema Memperkuat Solidaritas di Tengah Represi Digital dan Oligarki, pada Minggu, 7 Agustus 2022.
Menurut Faqih, karya jurnalistik Lintas berjudul IAIN Ambon Rawan Pelecehan dalam Edisi II, Januari 2022 itu dituding mencermarkan nama baik kampus. Laporan jurnalistik tim redaksi Lintas yang dipimpin Yolanda Agne dianggap bukan prestasi yang layak mendapat penghargaan. Faqih berulang kali menegaskan, laporan jurnalistik Lintas tentang kekerasan seksual di IAIN Ambon itu perbuatan mencemarkan nama baik kampus.
Menurut dia, Lintas sudah diganti. Para awaknya yang menulis kekerasan seksual dianggap bukan pengurus lagi. “Lembaga ada, tapi bukan mereka lagi,” katanya.
Faqih mengatakan, pengurus baru sudah ada. “Pengurus baru nanti bekerja secara profesional untuk memberikan gambaran nama baik kampus dan pengembangan pembangunan (IAIN Ambon),” katanya.
Rektor IAIN Ambon telah memberedel Lintas setelah media pers kampus itu memberitakan dugaan kasus kekerasan seksual yang mengungkap 32 korban selama kurun tahun 2015 hingga 2021. Liputan khusus Lintas berjudul IAIN Ambon Rawan Pelecehan dalam Edisi II, Januari 2022.
Pembekuan Lintas tertuang dalam Keputusan Rektor IAIN Ambon Nomor 92 Tahun 2022 yang diteken pada 17 Maret 2022. Dalam salinan Surat Keputusan (SK) yang diperoleh Tempo, disebutkan pertimbangan pembekuan, karena keberadaan pers kampus itu dianggap sudah tidak sesuai dengan visi dan misi IAIN Ambon.
Liputan khusus Lintas berjudul IAIN Ambon Rawan Pelecehan mengungkap terduga pelaku sebanyak 14 orang. Belasan terduga pelaku perundungan seksual, yaitu 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus.
Faqih menjelaskan, sekretariat Lintas saat ini telah dikontrol oleh lembaga, pembina, pimpinan, juga semua pejabat di IAIN Ambon. “Mereka (tim penulis laporan jurnalistik kekerasan seksual di IAIN Ambon) telah dilaporkan ke polisi dan masih dalam proses. Apabila mereka membawa nama lembaga, kami anggap itu ilegal,” katanya.
Pimpinan IAIN Ambon dianggap menutupi suara tertindas
Dewan juri penghargaan pers mahasiswa Erick Tanjung mengatakan permintaan pencabutan penghargaan tak bisa dikabulkan. “Tak ada dasarnya (pimpinan IAIN Ambon) meminta hal (pencabutan) itu. Kami tak bisa menerima intervensi, wakil rektor maupun rektor,” ujarnya.
Menurut Erick sikap pimpinan IAIN Ambon itu tidak mendukung tindakan pers mahasiswa kampusnya untuk menyuarakan kelompok yang tertindas. “Pimpinan kampusnya yang menjelekkan nama IAIN Ambon, justru menutupi, mengintimidasi dan membekukan (LPM Lintas),” kata Erick yang juga Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia itu.
Dewan juri menilai Lintas telah menjalankan kontrol sosial dan kepentingan publik, memberi ruang bertutur untuk penyintas kekerasan seksual melalui pemberitaannya. Erick menjelaskan, keberanian menyuarakan itu malah mengalami intimidasi.
“Sekretariat mereka diserang, awak redaksi mengalami pemukulan. LPM Lintas juga dibekukan oleh Rektor IAIN Ambon,” katanya. Belum lagi, Erick menambahkan, sembilan awak pers mahasiswa Lintas dilaporkan ke Polda Maluku, karena tuduhan pencemaran nama baik.
“Kami melihat perjuangan Lintas ini harus didukung dan didampingi, karena mereka bukan melakukan kejahatan,” ujarnya.
Saat ini, Lintas mengadukan Rektor IAIN Ambon ke Ombudsman RI terkait pelanggaran maladministrasi. “Bahkan hari ini pukul 13.00 WIB, saya mendampingi LPM Lintas mengadu ke Ombudsman RI,” katanya.
Pengaduan ke Ombudsman RI langkah lanjutan pers mahasiswa Lintas setelah menggugat pimpinan kampus ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon.
Source: Tempo.co