Tak Berkategori  

Banjir Landa Konut, Ribuan Warga Mengungsi

Banjir Konawe Utara

Kendari. Bentara Timur.  Banjir bandang kembali melanda Kabupaten Konawe Utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra) di tengah wabah pandemi Covid-19.

Saat ini sedikitnya 3.741 warga yang tersebar 19 desa di enam kecamatan  yakni Kecamatan Andowia, Kecamatan Wiwirano, Kecamatan Langgikima,  Kecamatan Landawe, Kecamatan Oheo dan Kecamatan Asera terendam banjir sejak pekan lalu atau tepatnya pada 7 Juli 2020.

Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konut Djasmidin mengatakan  dari 6 wilayah itu, banjir terparah menerjang  Kecamatan Andowia dan Kecamatan Asera. Di tempat ini air merendam rumah-rumah warga sampai ketinggian 1 meter.  Sebagian warga di sana bahkan sejak sepekan lalu sudah mengungsi ke hunian sementara (Huntara) yang dibangun Pemda Konut, juga untuk korban banjir medio 2019 lalu. Sejak Januari hingga Juli ini BPBD Konut mencatat sudah tiga kali banjir menerjang wilayah yang dikenal dengan sebutan Bumi Oheo ini.

Sementara itu  di Kecamatan Oheo,  ruas jalannya  terputus karena terendam air. Ada dua titik yang terendam banjir yakni di sekitar Desa Puuhialu sepanjang 400 meter ruas jalan tidak bisa dilintasi, disini ketinggian air mencapai satu meter. Lalu di Desa Sambandete ruas jalan yang terputus mencapai dua kilometer dengan ketinggian air mencapai 2 meter.

” Ini akses jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan  4 kabupaten  ke Morowali Sulawesi Tengah dan sebaliknya  tidak bisa dilintasi. Kondisinya sudah dari pekan lalu tidak bisa dilalui kendaraan,” terang Djasmidin yang dikonfirmasi  Jumat malam.

Putusnya akses  di ruas Trans Sulawesi, praktis juga memutus akses tigaBMKG kecamatan yakni Kecamatan Wiwirano, Kecamatan Landawe dan Kecamatan Langgikima. ” Di Wiwirano beberapa desa terisolir karena jembatan putus seperti Desa Pondoa, Desa Padalere Utama  dan Lamonae Utama,” tambah Djasmidin dari ujung telepon selulernya.

Menurut Djasmidin salah satu penyebab banjir kali ini kembali terjadi karena curah hujan dengan intensitas tinggi yang  mengguyur Bumi Oheo selama sepekan ini menyebabkan beberapa sungai seperti  Sungai Lalindu dan Sungai Lasolo serta  sungai-sungai kecil di daerah itu tak bisa menampung air hingga akhirnya meluap. Dia khawatir jika hujan terus mengguyur, bencana banjir bandang Konut di tahun 2019 lalu bisa terulang kembali. Sejauh ini Pemda Konut pun sudah menyalurkan bantuan logistik  ke sejumlah lokasi dibantu oleh  kepolisian, TNI, Basarnas dan relawan.

” Data BMKG di Konut masih akan diguyur hujan ini akan mempertinggi debit air dan kami prediksi banjir akan semakin meluas. Kami memberikan himbauan kepada warga terkait tentang  dampak banjir,” terangnya lebih lanjut.

Bencana banjir yang kembali terjadi di Konut menurut   Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra menyesalkan itu kembali terulang, namun katanya itu juga merupakan konsekuensi dari tidak ditindaklanjutinya rekomendasi dan kajian dari KLHK terkait langkah-langkah yang harus diambil pemerintah setempat perihal perbaikan kawasan hutan dan sungai. Walhi menilai tak ada komitmen yang kuat untuk mengurangi resiko banjir yang terjadi di Konut.

Hal itu dibuktikan dengan deforestasi kawasan hutan yang semakin meluas. Walhi mencatat di tahun 2020 ini saja 140 hektar blok Matarape – kawasan hutan di Kecamatan Langgikima kembali dibuka untuk aktivitas pertambangan.

Banyak kawasan hutan di Konut belum memiliki izin usaha pinjam pakai kawasan hutan atau IUPKH bahkan tidak akan dikeluarkan karena  persentase kawasan hutan yang bisa dibuka sudah melebihi target.  Luasan wilayah Konut mencapai 500.000 hektar dari luasan itu ada 200.000 hektar yang dipakai untuk aktifitas pertambangan. Tercatat ada 200 lebih Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada, dari jumlah itu sekitar 70 perusahaan yang melakukan aktivitas produksi.  Konawe Utara memang diketahui merupakan wilayah  di Sultra dengan izin tambang terbanyak terbanyak.

“Makanya banyak  yang ajukan pinjam pakai kawasan hutan di  KLHK  ditolak. Daya dukung dan daya tampung lingkungan di Konut sudah maksimal tidak bisa lagi dibuka hutannya tapi faktanya illegal mining terus terjadi,” kata Saharuddin yang berada di Jakarta saat dihubungi.

Untuk itu menurut pria yang karib disapa Udin meminta agar pemerintah dan semua pihak yang terkait serius menangani penyelesaian banjir Konut sebagai penanganan jangka panjang dari hulu ke hilir,  bukan hanya sekedar membagikan bantuan sembako.

Sebelumnya pada medio Juni 2019 lalu, banjir bandang menerjang Konut. Saat itu banjir mengakibatkan kerugian material dan non material yang tak terkira. Ribuan warga harus kehilangan tempat tinggal bahkan mereka harus bertahan hidup di huntara hingga saat ini.  Fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, jalan jembatan, sawah hingga ternak ludes disapu air bah. 

 

Reporter : (mzn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *