Bos Perusahaan Tambang di Konawe Utara Ditangkap karena Diduga Menambang Tanpa Izin

Bos perusahaan tambang PT James and Armando Pundimas (JAP) inisial RMY (tengah) ditangkap aparat Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi pada Senin (14/2/2022). Foto/Herlis
Bos perusahaan tambang PT James and Armando Pundimas (JAP) inisial RMY (tengah) ditangkap aparat Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi pada Senin (14/2/2022). Foto/Herlis

Kendari. Bentara Timur – Bos perusahaan tambang PT James and Armando Pundimas (JAP) yang beroperasi di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), berinisial RMY (27) ditangkap aparat Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi pada Senin (14/2/2022).

Penangkapan bermula saat bos perusahaan tambang tersebut diduga menambang tanpa izin dalam kawasan hutan produksi terbatas di Desa Lamondowo.

Pengungkapan kasus dugaan kejahatan lingkungan itu dirilis bersama Direktur Jenderal (Dirjen) Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan, Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati ) Sultra, Alex Rahman di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari, pada Kamis (10/3/2022).

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan mengatakan, PT JAP diduga melakukan kejahatan lingkungan seluas 2,8 hektar dalam wilayah hutan produksi. Aktivitas penambangan nikel itu dilakukan sejak Mei 2021 sampai Oktober 2021 lalu.

Dodi bilang, selain mengamankan tersangka, pihaknya juga menyita tiga unit excavator dan tiga unit dump truck yang saat ini diamankan di Rupbasan Kendari.

“Dua alat bukti yang kita punyai, bukti surat, adanya kerja sama dengan direktur lain, didukung juga keterangan ahli, bahwa kegiatan itu tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan,” kata Dodi.

Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, bahwa penangkapan ini menunjukan bukti keseriusan pemerintah untuk menegakkan hukum dan menindak pelaku kejahatan pertambangan ilegal.

“Kami sangat mengapresiasi Kejati Sultra atas dukungannya selama proses penyidikan serta dukungan Polda Sultra dalam penangangan kasus ini,” katanya.

Ridho Sani menjelaskan, pelaku pertambangan ilegal tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan tapi mereka juga telah merugikan negara, serta mengancam keselamatan masyarakat akibat bencana ekologis.

“Pelaku pertambangan ilegal seperti yang dilakukan oleh tersangka RMY adalah pelaku kejahatan. Kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan yang mendapatkan keuntungan pribadi di atas kerusakan lingkungan. Pelaku kejahatan seperti ini telah mengorbankan banyak pihak dan sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya,” tuturnya.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, bos tambang RMY dijerat dengan pasal 78 ayat (2) juncto pasal 50 ayat (3) huruf “a” Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dalam pasal 36 angka 19 pasal 78 ayat (2) juncto pasal 36 Angka 17 pasal 50 ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan atau pasal 89 ayat (1) huruf a, b dan/ atau pasal 90 ayat (1) Juncto pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dalam pasal 37 angka 5 pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Atas kejahatan ini tersangka RMY diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar,” pungkasnya.

Reporter : R. Hafid