Tak Berkategori  

Budidaya Kepiting Bakau, Peluang Usaha di Masa Pandemi

Lokasi wisata mangrove di Desa Totobo Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka./Foto/Bentaratimur/Ros

Kendari. Bentara Timur – Berbulan-bulan sudah pandemi Covid-19 menghantam Indonesia dan berdampak luas pada putaran roda perekonomian dan sektor usaha. Sebut saja di sektor perikanan dan kelautan. Banyak nelayan di Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluhkan seretnya pendapatan di masa pagebluk ini.

Kondisi inilah yang membuat nelayan harus putar otak, mencari peluang untuk tetap bertahan. Nah budidaya kepiting bakau (Scylla Serrata) pun menjadi pilihan dari sekian usaha di sektor kelautan dan perikanan yang dinilai menjanjikan.

Seperti yang dilakukan salah satu kelompok nelayan yang ada di Desa Totobo Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka. Kelompok nelayan ini memulai budidaya kepiting bakau.

Kepala Desa Totobo Muslimin, menjelaskan, hamparan bakau atau mangrove yang ada di Kabupaten Kolaka cukup luas. Khusus di Totobo membentang asri sepanjang hampir 3 kilometer. Menurut Muslimin potensi inilah yang dilirik pihaknya.

Maka pada 2017 lalu, pemerintah desa bersama warga lantas menggagas pembangunan kawasan wisata mangrove. Pemerintah desa lalu mengurus proses izin ke sejumlah stakeholder. Setelah mendapat izin, di tahun 2019, proses pembangunan kawasan wisata dimulai.

Kawasan wisata mangrove di Totobo ini dilengkapi dengan jembatan titian, gazebo, juga penerangan. Diharapkan kawasan ini bukan hanya sebagai lokasi wisata namun juga  menjadi membuat geliat ekonomi di Totobo semakin hidup.

“Pendanaan pembangunan kawasan wisata mangrove ini dialokasikan dari Dana Desa. Total dari perencanaan hingga pembangunanya sudah menelan biaya berkisar Rp 300 juta rupiah,”ujar Kepala Muslimin yang ditemui di Desa Totobo, awal November lalu.

“Ini kan memang masuk kawasan hijau. Tidak bisa membangun sembarang. Warga juga takut mengelola karena ada sanksi pidana yang menjerat jika mengelola tanpa izin. Tapi dengan dibukanya wisata mangrove ternyata ada potensi untuk budidaya kepiting,” terangnya lebih lanjut.

Selain sebagai lokasi wisata, lokasi wisata mangrove, kini dikembangkan sebagai lokasi budidaya kepiting bakau. Untuk tahap awal, lahan yang disiapkan untuk budidaya kepiting bakau ini seluas 40 meter persegi. Lahan lantas disulap sebagai kolam yang difungsikan sebagai keramba.

Keramba terbuat dari bilah-bilah bambu sepanjang 3 meter yang dirangkai secara teratur sehingga membentuk kere atau semacam pagar. Kere ini berfungsi sebagai kurungan. Kere ditancapkan Ke dalam kolam melingkari berbentuk persegi.

Untuk mencegah kepiting tidak melarikan diri dan mencegah masuknya hama. Kurungan dibuat tiga susun. Susunan pertama anyaman bambu, berfungsi lalu jaring dan lapisan terakhir menggunakan waring sebagai pengunci keramba. Selanjutnya bibit kepiting bakau  diambil dari nelayan tangkap ramah lingkungan yang menggunakan bubu bambu dengan ukuran 100 hingga 200 gram.

Abed Rizki Abdullah dari Yayasan Bahari (Yari) yang memberikan pelatihan budidaya kepiting bakau  hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem  penting bagi masyarakat pesisir.  Di banyak wilayah pesisir masyarakat banyak bergantung pada jasa lingkungan yang disediakan ekosistem mangrove.

“Ekosistem magrove yang sehat mendukung produktivitas perikanan. Selain itu ekosistem mangrove juga memiliki potensi maksimal yang bisa dikembangkan terkait mata pencaharian dan budidaya kepiting bakau dilakukan secara alami karena kondisi hutan bakau di pesisir Totobo masih terjaga,” jelas Abed saat memberikan pelatihan budidaya kepiting bakau  di Desa Totobo pada  pekan kedua November 2020.

Budidaya kepiting juga merupakan salah satu usaha mengoptimalkan hasil hutan bukan kayu di kawasan mangrove. Mangrove merupakan nutstrigon dan sponinggron berbagai jenis kepiting dan udang untuk berkembang biak.

“Jadi tadinya nelayan menangkap kepiting di alam liar bisa beralih membudidayakan kepiting dengan cara keramba,” jelas Abed.

Berkembangnya pangsa pasar kepiting bakau, menurut Abed menjadi tantangan untuk meningkatkan produksi secara berkesinambungan. Sejauh ini kepiting bakau mengandalkan tangkapan dari alam. Kondisi ini menurut Abed jelas tidak bisa diharapkan kesinambungan produksinya. Nah dengan budidaya inilah diharapkan kesinambungan produksi.

Peluang Pendapatan

Kepiting bakau memiliki banyak penggemar. Pelanggan utama dari kepiting bakau ini adalah rumah makan seafood, restoran dan hotel. Dari banyaknya penggemar kepiting bakau tentu ini menjadi peluang ekonomi yang menjanjikan.
Warga sedang menyelesaikan pembuatan keramba budidaya kepiting bakau yang berada di kawasan wisata mangrove Desa Totobo, Kecamata Pomalaa, Kabupaten Kolaka./Foto/Bentaratimur/Ros

 

Tak ada hambatan berarti sebenarnya untuk membudidayakan kepiting bakau yang terpenting adalah suplai pakan serta salinitas air yang harus selalu terjaga. Untuk tahap awal ini nelayan akan menebar 200 anakan kepiting bakau. Setiap anakan dibeli langsung pada nelayan penangkap kepiting dengan harga antara Rp 40 hingga Rp 50 ribu.

Kepiting bakau yang dibudidayakan berukuran 100-200 gram. Setelah 3 atau 4 bulan barulah kepiting bisa dijual dengan kisaran harga 150 hingga 200 ribu per kilogramnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Agus, menyampaikan budidaya kepiting bakau punya potensi besar untuk dikembangkan sebagai potensi pengembangan ekonomi. Ini dikarenakan permintaan konsumsi hewan jenis crustacea ini cukup tinggi membuat rumah makan, restoran dan hotel sering memasok kepiting bakau dari Tinanggae Kabupaten Konsel, Boepinang Kabupaten Bombana dan dari Kolaka Utara.

Tingginya konsumsi inilah yang harus ditangkap sebagai peluang usaha terlebih di masa pandemi saat ini.

“Di masa pandemi kita harus pandai melihat peluang, dan pengembangan budidaya kepiting bakau adalah peluang peningkatan ekonomi. Konsumsi lokal warga Kolaka ini bisa digaet,” jelas Agus di Kolaka.

Menurut Agus di Kabupaten Kolaka budidaya kepiting bakau yang dilakukan nelayan di Totobo ini merupakan yang pertama di Kolaka. Dia pun berharap agar budidaya di kawasan wisata mangrove bisa berhasil.

“Kami dukung kegiatan ini, makanya kami juga membantu dengan memberikan stimulus, karena potensi untuk pengembangan kepiting bakau cukup besar,” tambahnya.

Ke depan diharapkan kehadiran budidaya kepiting bakau mampu mendorong perlindungan kawasan mangrove yang ada di Totobo juga di Kabupaten Kolaka secara luas.

 

Reporter : (onf)