Kendari. Bentara Timur. Dakwah sudah merambah di forum-forum dunia maya, aplikasi media sosial juga website. Sehingga para pendakwah dituntut untuk melek pada teknologi juga bijak dalam bermedia sosial.
Direktur NU Online dan Islami.co, Savic Ali memaparkan bahwa internet itu tidak hanya dikuasai kaum milenial tetapi juga harus dikuasai oleh para tokoh dan pemuka agama. Hal ini menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya berita hoaks atau berbagai ujaran kebencian.
“Sangat penting bagi pendakwa untuk gunakan dunia digital ini dengan baik sehingga bisa merespon dengan cepat yang ada di media digital, ” paparnya saat menjadi narasumber pada webinar yang digelar oleh Kemenkominfo dan Gerakan Nasional Literasi Digital Siber Kreasi, Jumat (4/6/2021).
Apalagi data menyebutkan bahwa di Indonesia itu 94 persen orangnya sangat sensitif jika berhubungan dengan agama. Menurutnya, orang Indonesia pada dasarnya merupakan orang yang religius sehingga jika disinggung sedikit saja masalah agama maka responnya akan cepat. Hal ini yang menjadi salah satu dasar untuk memenuhi dunia digital dengan konten positif.
“Hanya saja juga mampu merumuskan konten apa yang cocok, misalnya untuk kaum milenial bahasanya seperti apa, lalu ibu-ibu juga beda lagi harus bisa fokus agar mampu dipahami,” Katanya.
Ia juga menuturkan bahwa peranan media dan internet sama-sama memegang peranan penting sejak dulu.
Namun demikian dalam bersosial media juga tetap harus memperhatikan etika. Hal tersebut diungkapkan salah , Arham Rasyid, influencer dari Kota Lulo Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra)
Dipaparkannya ada tujuh poin beretika dalam bersosial media dimana poin pertama yakni Hablumminannas. Dikatakannya bahwa hal ini menjadi penting karena sekecil apapun itu proses komunikasi digital itu pasti akan memberikan dampak.
Poin kedua dalam beretika sosial media yakni tulisan adalah cerminan kita. “Karena apa yang kita tulis itu bisa dijadikan cermin bahwa seperti itulah diri kita. Jadi baiknya lebih berhati-hati dalam berkomentar atau menulis sesuatu di akun sosial media, ” Katanya.
Pandai dalam mengelola emosi juga bagian dari poin yang dipaparkannya. Pasalnya, kita juga dituntut agar tidak mudah terpancing. Poin keempat yakni tidak memantik perselisihan.
“Jadi sebelum membagikan tulisan kita harus tahu juga niat kita ini memberikan edukasi atau jangan-jangan hanya memperkeruh suasana,” Katanya.
Ia juga mengatakan bahwa menghargai privasi menjadi poin dalam beretika lalu sadar akan circle pertemanan dan poin ketujuh yakni paham literasi digital.
“Jangan asal , harus memiliki wawasan yang luas dan perbanyak literatur, ” Ujarnya.
Sementara itu, perwakilan dari MUI Sulawesi Selatan, Usman Jasad mengatakan bahwa media digital dapat menembus ruang dan waktu bahkan dengan biaya yang relatif lebih murah. Apalagi di masa pandemi saat ini, membuat konten seperti di youtube tentu akan lebih efektif untuk menyerukan tentang dakwah.
“Media digital itu diyakini sangat efektif untuk menyuarakan kepentingan Islam dengan , mengajak, membela dan memecahkan berbagai problem kehidupan, ” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa setiap tahunnya pengguna media digital meningkat secara drastis. Sehingga untuk menyuarakan hal positif memang perlu dilakukan melalui media digital di era 4.0 ini.
“Bisa dibayangkan kalau media digital tersebut tidak menyediakan bimbingan dan solusi yang tepat. Akibatnya, manusia modern itu akan tersesat dalam pencarian sandaran spiritual,” katanya.
Saat ini semua orang pasti tahu akan dunia digital, tapi kita juga dituntut agar bisa lebih safety dalam menggunakannya. Tentu saja ini dilakukan agar keamanan data atau akun kita tidak mudah diretas.
Dijelaskan Andi Fauziah Astrid selaku Dosen Jurnalistik UIN Makassar bahwa ada dua hal yang bisa dilakukan dalam digital safety.
“Konsep digital safety itu ada dua, kemaman digital dan internet sehat,” katanya.
Dilansir dari IDN Times ada 10 ustaz yang viral di media sosial meliputi Ustaz Maaher, Derry Sulaiman, Abdul Somad, Riza Muhammad, Ebit Lew, Yahya Waloni, Yusuf Mansur, Syekh Ali Jaber, Tengku Zulkarnain dan Ustaz Felix Siaw.
Meskipun sudah viral tapi dikatakan Andi bahwa jejak digital bukan hal yang tidak mungkin akan dijadikan bullying oleh para netizen.
“Kita harus tetap menjaga keamanan privasi dan informasi pribadi, meminimalisasi tindakan pembajakan akun, menghindari tindakan cyber bullying dan menghindari pelanggaran hak cipta.
Ia juga berpesan hal mendasar yang bisa dilakukan dimulai dari diri sendiri. ” Aman di dunia digital dimulai dari amankan niat dan jempol” pungkasnya.
Penulis : adm