Kendari. Bentara Timur − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 152-PKE-DKPP/XI/2020, Selasa (2/2/2021).
Perkara ini diadukan oleh Sardin melalui kuasa hukumnya Heris Ramadan dan M. Amir Amin. Mereka mengadukan ketua dan anggota Bawaslu Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) yakni, Rusniyanti Nur Rakibe, La Golonga, dan Abang Saputra sebagai Teradu I, II, dan III.
Dalam pokok aduannya, pengadu mendalilkan para teradu telah menerbitkan formulir model A 13 sebanyak dua kali pada hari yang sama. Formulir yang dimaksud bernomor LP.005/LP/PB/Kab/28.13/2020 tentang Status Laporan Hasil Penelitian dan Pemeriksaan.
Menurut Sardin, hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan dan penafsiran berbeda-beda serta melanggar asas prinsip kemandirian, integritas dan profesional penyelenggara.
Dalam sidang, terungkap bahwa terbitnya dua formulir untuk status laporan yang sama ini berawal dari perbedaan pendapat para teradu terhadap rekomendasi yang tertuang dalam status laporan tersebut.
Dalam sidang yang diadakan virtual ini, ketiga teradu mengikuti sidang secara terpisah satu sama lain.
Rusniyanti Nur Rakibe selaku teradu I, mengaku, sehari setelah rapat pleno ia didatangi oleh dua koleganya, yaitu La Golonga dan Abang Saputra. Keduanya, kata Rusniyati, melontarkan sikap mereka yang tidak mengakui hasil rapat pleno yang dilakukan malam sebelumnya.
La Golonga dan Abang pun memerintahkan staf Bawaslu Koltim untuk membuat surat pemberitahuan tentang status laporan yang baru.
Dimana status laporan tersebut kemudian ditandatangani oleh teradu II La Golonga atas nama teradu I Ketua Bawaslu Koltim dan diparaf oleh teradu III Abang Saputra Laliasa.
“Dan saat itu teradu I memberikan sikap tidak setuju dengan tindakan teradu II dan teradu III dengan tidak menandatangani surat pemberitahuan tentang status laporan yang baru,” ujar Rusniyanti.
Perdebatan dan terbitnya surat baru ini terjadi pada 9 Oktober 2020. Padahal, menurut Rusniyanti, ia dan dua anggota Bawaslu Koltim telah menyepakati status laporan dalam rapat pleno yang diadakan pada 8 Oktober 2020 malam. Surat hasil pleno pun diumumkan pada 9 Oktober 2020 saat subuh.
“Surat pemberitahuan tentang status laporan yang telah kami, teradu I, teradu II dan teradu III putuskan sebelumnya pada rapat pleno hari Kamis, 08 Oktober 2020 pukul 22.00 Wita dan telah teradu I tandatangani selaku Ketua Bawaslu Kolaka Timur dan telah diparaf oleh anggota Bawaslu Kolaka Timur teradu II saudara La Golonga dan teradu III saudara Abang Saputra Laliasa adalah sah menurut hukum,” pungkasnya.
Sementara itu, La Golonga memberikan keterangan yang berbeda dengan keterangan yang diberikan Rusniyanti. Menurut La Golonga, berdasar hasil kajian dan rapat pleno pimpinan Bawaslu Koltim, telah diumumkan status laporan di kantor Bawaslu Koltim pada 8 Desember 2020.
Ia mengungkapkan, dirinya memiliki pendapat lain (dissenting opinion) dalam rapat pleno tersebut.
“Status laporan itu ditandatangani oleh La Golonga atas nama Ketua Bawaslu Kolaka Timur kerena Ketua Bawaslu Kolaka Timur Rusni Yanti Nur Rakibe tidak bersedia menandatangani status laporan a quo berhubung dissenting opinion,” ucap La Golonga kepada majelis.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua DKPP Muhammad. Sementara posisi anggota majelis diisi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Hidayatullah (unsur Masyarakat), Ade Suerani (unsur KPU), dan Sitti Munadarma (unsur Bawaslu).
Reporter : (rmh)D