Kendari, Bentara Timur – Putra daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) sekaligus produser dan penulis novel ternama, Jaya Tamalaki tengah menyiapkan garapan film terbaru berjudul “Abdul & Maria”. Film ini akan mengangkat genre romansa yang bercerita tentang fitrah manusia, cinta, dan spiritual.
Film “Abdul & Maria” sendiri merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Jaya Tamalaki.
Produser film Inong Balee 1599 itu mengatakan, film “Abdul & Maria” akan mengambil lokasi syuting 80 persen di Sultra. Melibatkan setidaknya 500 orang yang akan dipilih melalui open casting, serta 75 persen pemerannya diperuntukkan bagi putra putri Sultra yang siap beradu peran dengan bintang film nasional dan warga Italia.
“Open Casting akan dimulai pada 19 Agustus mendatang yang lokasinya terpusat di Sulawesi Tenggara, dimulai dari Kota Kendari kemudian menyebar ke 16 kabupaten/kota. Info lengkap bisa mengunjungi akun Instagram @sultramelaju,” kata Jaya di Kendari, Rabu (16/8/2023).
Dikatakan, film ini ditargetkan tayang bulan Februari 2024 bertepatan dengan hari Valentine.
Jaya menambahkan, ada berbagai konflik yang akan disajikan dalam film ini. Tidak hanya kisah romansa yang rumit tetapi juga terdapat misteri dan tragedi yang akan mengundang rasa penasaran penonton.
Dimana film bercerita tentang seorang pemuda daerah Sultra bernama Abdul. Ia merupakan putra tunggal Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sultra.
Abdul memiliki hobi sebagai fotografer. Suatu saat Abdul mengunggah foto-foto tentang Gua Tengkorang di Sultra ke akun media sosialnya.
Foto-foto itu kemudian dilihat oleh Maria yang merupakan arkeolog lulusan Universitas Gajah Mada (UGM). Ia merupakan seorang penganut agama katolik taat, putri dari pasangan Paulus Alexsandro Yohakim mantan diplomat Italia untuk Indonesia dan wanita pengacara asal Solo.
Maria kemudian tertarik dengan foto-foto tersebut, sehingga dia menghubungi Abdul. Lalu Maria bersama dua rekannya yaitu Greci dan Rosa, serta Abraham Yusak, seorang arkeolog asal Italia beragama yudaisme tertarik meneliti Goa Tengkorak di Sultra.
Menurut Maria, simbol-simbol yang ada di dalam berbagai tulisan dan gambar di Goa Tengkorak tersebut boleh jadi berhubungan dengan budaya dan kepercayaan mitologi bangsa Mesir Kuno dan Yunani.
Berjalannya waktu, Abraham Yusak atau yang akrab dipanggil Bram diam-diam menyimpan rasa cinta kepada Maria. Namun Maria diam-diam menyimpan rasa terhadap Abdul dan begitu juga Abdul. Terjadilah cinta segi tiga antara Abdul, Maria, dan Bram yang berbeda latar belakang sosial, budaya dan agama.
Selain sisi romansa, film ini juga menceritakan sisi tragedi dan kekacauan akibat serangkaian misteri pembunuhan yang dialamatkan kepada tim ekspedisi hingga melibatkan pemerintah Indonesia dan Italia.
Abdul sebagai pemandu tim ekspedisi harus berjibaku menolong dan menyelamatkan rekan-rekannya dari tragedi dan kekacauan tersebut. Aksi heroik Abdul membuat Maria yang selama ini membentengi hatinya perlahan-lahan mulai runtuh yang akhirnya mengutarakan isi hatinya kepada Abdul, namun keduanya sadar jika ada jurang yang terlalu lebar menghalangi keduanya.
Kisah cinta Abdul dan Maria tidak hanya terhalang agama tetapi juga keluarga. Keluarga Abdul dan Maria berupaya untuk memisahkan keduanya karena alasan keyakinan dan status sosial. Namun, upaya kedua keluarga berakhir sebaliknya.
Situasi dramatis, dan pengorbanan Abdul dalam upaya menyelamatkan Maria dan kawan-kawan, akhirnya secara natural menghapus semua alasan untuk memisahkan keduanya. Sehingga tergenapilah apa yang dikatakan dalam sepenggal dialog dari film ini, “Kita memang berbeda secara keyakinan, tetapi sefitrah secara kemanusiaan.”
Diakhir cerita, Abdul dan Maria menjalani takdir mereka sebagai makhluk sosial yang berfitrah spiritual dan cinta. Cerita ini bermula dari peristiwa holocaust di Jerman dan berakhir di Sultra.
Di tempat yang sama, salah satu pemeran film “Abdul & Maria”, Alex Pangaibali berharap, hadirnya film tersebut dapat menginspirasi masyarakat dan menciptakan bakat-bakat putra putri di Sultra dalam dunia perfilman.
Alex Pangaibali selaku salah satu aktor dalam film itu, mengapresiasi kehadiran Spektra Kreasi Yasa (SKY) film di Sultra yang menurutnya sebagai berkah bagi penggiat film. Menurutnya, film tersebut edukatif dan menggambarkan toleran sosial serta keagamaan yang komprehensif.
“Tuhan menciptakan manusia dalam berbagai bangsa, tetapi mengikatnya dalam satu fitrah cinta dan kemanusiaan yang sama,” pungkasnya.
Penulis : R. Hafid