Mahacala UHO Eksplorasi Fauna dan Flora Pegunungan Tangkelemboke Konawe, Harapannya Ditetapkan Jadi Taman Nasional

Ketua tim ekspedisi eksplorasi Tangkelemboke Mahasiswa Pencinta Alam (Mahacala) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Ma'ruf Asraruddin (kedua dari kanan) saat mempresentasikan hasil ekspedisi dan eksplorasi Pegunungan Tangkelemboke, Konawe, yang dilakukan oleh timnya, di Kendari, Sabtu (16/9/2023). Foto/R. Hafid/bentaratimur.id
Ketua tim ekspedisi eksplorasi Tangkelemboke Mahasiswa Pencinta Alam (Mahacala) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Ma'ruf Asraruddin (kedua dari kanan) saat mempresentasikan hasil ekspedisi dan eksplorasi Pegunungan Tangkelemboke, Konawe, yang dilakukan oleh timnya, di Kendari, Sabtu (16/9/2023). Foto/R. Hafid/bentaratimur.id

Kendari, Bentara Timur – 10 orang anggota Mahasiswa Pencinta Alam (Mahacala) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, yang tergabung dalam tim ekspedisi dan eksplorasi Tangkelemboke Mahacala UHO 2023 sukses menyelesaikan ekspedisi dan eksplorasi kawasan Pegunungan Tangkelemboke yang berada di Kecamatan Latoma, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ekspedisi ini berlangsung mulai dari 21 Agustus hingga 2 September 2023 yang dipimpin oleh ketua tim, Ma’ruf Asraruddin dan didampingi oleh ketua tim penelitian eksplorasi, M. Ridwan, komandan operasi eksplorasi, Asramil Jamil, serta tujuh orang anggota yakni, Alfip, La Ode Ramadhan Pangara, Yodi Fuadi, La Ode Muhammad Said, M. Aris Rouf, dan Imran Tumora.

Ekspedisi ini adalah kelanjutan dari ekspedisi yang telah dirintis sebelumnya pada tahun 2013, kemudian dilanjutkan pada tahun 2014. Hanya saja dua ekspedisi tersebut belum berhasil mencapai Puncak Osu Nondooto di Pegunungan Tangkelemboke.

Barulah ekspedisi dan eksplorasi di Pegunungan Tangkelemboke 2023 dapat mencapai puncak Osu Nondooto yang berada di ketinggian 2.421 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang merupakan puncak kedua tertinggi di daratan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) setelah Pegunungan Mekongga di Kolaka Utara (Kolut).

Selain berhasil mencapai puncak, tim juga berhasil mengumpulkan data terkait keragamanan hayati, pengetahuan lokal, sosial dan budaya masyarakat Tolaki yang berada di sekitar Pegunungan Tangkelemboke.

Ketua tim ekspedisi dan eksplorasi, Ma’ruf Asraruddin mengatakan, dalam ekspedisi dan eksplorasi kawasan Pegunungan Tangkelemboke ditemukan beberapa fauna flora. Adapun flora yang ditemukan ada anggrek, kantung semar, begonia, lumut, jamur, dan berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi di hutan tropis.

Kemudian fauna yang ditemui di kawasan itu yakni, anoa dataran tinggi, macaca nigra, tarsius, musang, berang-berang, burung rangkong atau yang dalam bahasa Tolaki disebut burung hoa, burung elang Sulawesi, sidat atau belut besar, yang dalam bahasa Tolakinya disebut owiku, ular piton sepanjang 7 meter, berbagai jenis katak, cicak berjari, serangga, kupu-kupu endemik, serta berbagai burung di ketinggian 200-an mdpl dan di atas 2.400 mdpl.

Selain itu, kata Ma’ruf, kawasan karst Pegunungan Tangkelemboke merupakan bank air atau water bank atau mata air bagi sungai-sungai besar yang mengalir ke Kolaka Timur (Koltim), Konawe dan Konawe Utara (Konut). Ia pun berharap kawasan Pegunungan Tangkelemboke ditetapkan oleh pemerintah menjadi taman nasional.

Ia menambahkan, Pegunungan Tangkelemboke juga merupakan kawasan key bio divercity atau kunci keberagaman hayati di wilayah Tangkelemboke, dan kawasan-kawasan ini menjadi water bank, seban menjadi sumber-sumber air.

“Kawasan Tangkelemboke ini adalah karst, jadi ada ceruk-ceruk yang kemudian air dari atas. Ada semacam gua-gua, serta sungai bawah tanah, kemudian menyimpan air, kemudian di simpan oleh hutan tropis di situ, kemudian mengurangi penguapan, evarosi dan transporasi, dia tersimpan di situ. Ada water bank yang sangat melimpah, meskipun musim kemarau, dia tetap mengalir terus, dan meskipun kemarau, seperti yang kami lakukan kemarin itu, air tetap deras mengalir dari kawasan Sungai Latoma, kemudian mengalir ke Sungai Konaweeha,” kata Ma’ruf saat mempresentasekan hasil ekspedisi dan eksplorasi Pegunungan Tangkelemboke, Konawe, yang dilakukan oleh timnya, di Kendari, Sabtu (16/9/2023).

Dikatakan, Pegunungan Tangkelemboke merupakan mata air Sungai Konaweeha, Dimana seperti yang diketahui, Sungai Konaweeha menjadi kawasan yang kebutuhan airnya untuk mengairi kawasan persawahan, air bersih, air minum di Kabupaten Konawe, Koltim dan di wilayah Kota Kendari.

Jika kawasan ini terbuka, maka akan menjadi pintu masuk, apakah itu para ilegal logging, atau para pelaku perambah hutan untuk kemudian aksesnya lebih mudah masuk ke dalam. Apalagi ada rencana pembangunan sarana dan prasarana jalan yang melewati kasawan Pengunungan Tangkelemboke.

“Harapan kami, kawasan ini jangan sampai ada akses, yang kemudian malah mendorong kerusakan di kawasan ini,” pintanya.

Lebih lanjut Ma’ruf mengatakan, saat melakukan ekspedisi dan eksplorasi, tim menemukan serangga seperti serangga madu raksasa. Katanya apa yang ditemukan itu sama seperti yang ditemukan di Pegunungan Mekongga.

Berdasarkan riset mengindikasikan jika ada serangga membuat sarang di situ (Pegunungan Tangkelemboke), berarti hutan  itu masih bagus. Sebab serangga madu rasaksa akan selalu membangun sarangnya di wilayah-wilayah yang dekat sumber air bersih.

Kemudian ditemukan juga ada puluhan jenis anggrek, dan itu menjadi salah satu indikator kawasan situ masih bagus. Lalu ada begonia, serta rotan-rotanan yang sangat berlimpah.

“Jadi banyak aspek yang kemudian kita tahu, bahwa keanekaragaman hayati ini merupakan sumber plasma nutfah, bukan hanya anoa, karena di sini ada anoa hubalus daratan tinggi yang dominan di situ, tapi sebenarnya itu merupakan mata rantai dari ekosistem yang saling berkaitan, dan ini merupakan key bio difercity atau kunci dari keberagaman hayati yang berada di daratan Sultra. Saya pikir ini yang perlu dipertahankan, terkait keberagaman hayati di wilayah Tangkelemboke ini,” bebernya.

Ma’ruf bilang, hasil dari ekspedisi dan eksplorasi timnya sudah dipresentasekan dihadapan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra, dan harapannya bisa menjadi perhatian.

“Kita sudah presentasikan kepada Kepala BKSDA Sultra, karena data-data di kawasan ini masih blank, dan dalam kurun waktu yang cukup lama. Belum ada informasi-informasi detail terkait apa yang menjadi kekayaan Sultra. Kalau kekayaan mineral itu bisa habis, tapi kalau keberagaman hayati ini kita lindungi, saya yakin ini akan menjadi kekayaan masa depan dari Provinsi Sultra,” ujarnya.

Ma’ruf mengungkapkan, dari presentasi dengan BKSDA Sultra, diketahui kawasan Pegunungan Tangkelemboke masuk dalam kawasan lindung di bawah KPHL Laiwoi di Dinas Kehutanan.

“Semoga setelah dilakukan riset eksplorasi ini, kawasan Pegunungan Tangkelemboke tidak turun status, atau dibuka menjadi kawasan yang ekonomis. Tetapi harapan kita, minimal ditingkatkan statusnya yang lebih protektif, apakah kemudian menjadi kawasan cagar alam, suaka margasatwa karena di sana ada anoa, kemudian ada jenis-jenis endemik disitu. Kalau bisa kemudian sampai di status yang lebih tinggi sebagai taman nasional,” pungkasnya.

Penulis : R. Hafid