Pilkada Wakatobi, MK Tolak Gugatan Arhawi

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan dan ketetapan atas sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) pada pemilihan bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Wakatobi. Foto/Screenshot Youtube MK

Kendari. Bentara Timur – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan sengketa Pilkada Wakatobi yang diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1, Arhawi – Hardin La Omo.

Keputusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Rabu (17/2/2021).

“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Anwar Usman.

Dalam kesempatan yang sama, hakim konstitusi Wahiduddin Adams menjelaskan alasan mengapa permohonan ini tidak diterima.

Ia mengatakan, bahwa persoalan ketidaksesuaian antara jumlah pengguna hak pilih, jumlah suara sah dan tidak sah, dengan jumlah pemilih dalam DPT yang membubuhkan tanda tangannya dalam daftar hadir pemilih di TPS tidak terbukti dan berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Kabupaten Wakatobi tidak ditemukan dan tidak menerima laporan dugaan pelanggaran sampai dengan proses rekapitulasi tingkat kabupaten (vide bukti PK-2 sampai vide bukti PK-4).

“Bahwa penyelenggara pemilihan dan pengelolaan distribusi formulir model C.Pemberitahuan -KWK dibuat secara berjenjang mulai tingkat TPS hingga KPU Kabupaten Wakatobi (vide bukti T-72  sampao dengan bukti T-74, bukti T-76), dan berdasarkan pengawasan Bawaslu Kabupaten Wakatobi terhadap formulir C.Pemberitahuan -KWK diterima dan didistribusi oleh setiap KPPS selama tiga hari yakni, tanggal 6 sampai dengan 8 Desember 2020. Bawaslu Kabupaten Wakatobi juga tidak menerima temuan maupun laporan dugaan pelanggaran (vide bukti PK-5),” jelasnya.

Terhadap penggunaan hak pilih lebih dari satu kali pada tahapan pemungkutan suara TPS 1 Desa Liya One Melangka, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, TPS 1 dan TPS 2 Kelurahan Wanci, Kecamatan Wangi-Wangi, pemilih yang dimaksud terdaftar dalam DPT tanpa membawa formulir model C.Pemberitahuan-KWK dengan menggunakan KTP-el dan mengisi daftar C.Daftar Hadir Pemilih Tambahan KWK, atas nama Wa Muna dan Nur Erlinda (vide bukti T-59 dan bukti T-64), berdasarkan pengawasan Bawaslu Kabupaten Wakatobi tidak menemukan ataupun tidak menerima laporan dugaan pelanggaran (vide bukti PK-6 sampai dengan bukti PK-8).

Bahwa praktik politik uang dan barang yang dibagi-bagikan kepada masyarakat di Pasar Sentral Mandati, Pasar Sentral Mandati III, Kecamatan Wangi-Wangi, Desa/Kelurahan Mola Bahari Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Desa/Kelurahan Onemay Kecamatan Tomia, berdasarkan pengawasan Bawaslu Kabupaten Wakatobi tidak ditemukan adanya pelanggaran politik uang dan barang dan berdasarkan pembahasan pertama dan pembahasan kedua pada Sentra Gakkumdu Bawaslu Kabupaten Wakatobi.

“Laporan La Ode Sufriono tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikkan karena laporan yang diberikan tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana pemilihan dan tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawa  hukum (vide bukti PK-17 sampai dengan bukti PK-23),” katanya.

Wahiduddin menambahkan, jumlah perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon suara terbanyak adalah paling banyak 2 persen x 61.838 total suara sah sehingga totalnya menjadi 1.237 suara.

Sementara perolehan suara pemohon adalah 29.901 suara. Adapun, perolehan suara pihak terkait atau pasangan calon peraih suara terbanyak adalah 31.937 suara.

Dengan demikian, perbedaan perolehan suara antara pemohon dan pihak terkait adalah 31.937 suara dikurang 29.901 suara sama dengan 2.036 suara (3,3 persen) atau lebih banyak dari 1.237 suara.

Oleh karena itu, MK menilai Arhawi – Hardin La Omo tidak memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan sengketa.

“Menurut mahkamah, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksespsi termohon dan eskespsi pihak terkait bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut menurut hukum,” ucap dia.

Sebelumnya kuasa hukum Arhawi – Hardin La Omo, menggugat di MK agar dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 240 TPS.

Makhfud selaku kuasa hukum Arhawi – Hardin La Omo, dalam sidang gugatan hasil Pilkada 2020 di MK, Rabu 27 Januari, menyampaikan; pertama, pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan termohon beserta jajarannya tidak dapat mempertanggungjawabkan jumlah pemilih dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya di TPS.

“Karena terjadi ketidaksesuaian antara jumlah pengguna hak pilih di TPS dan jumlah suara sah dan suara tidak sah dengan jumlah pemilih dalam DPT yang membubuhkan tanda tangannya di daftar hadir pemilih di TPS yang dibuktikan tidak adanya tanda tangan daftar hadir DPT, tidak sama dengan pengguna hak pilih di TPS-TPS,” kata Makhfud dikutip dari akun Youtube Mahkamah Konstitusi RI.

Menurut pihak pemohon, perolehan suara pasangan calon yang ditetapkan termohon adalah tidak benar, karena terjadi pelanggaran atau kesalahan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan termohon dan pembiaran oleh Bawaslu semata-mata demi memperbesar perolehan suara pasangan calon pihak terkait.

Kedua, ia berdalil bahwa termohon tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan surat suara yang pindah memilih, karena terbukti pemilih pindahan tersebut sejatinya tidak memenuhi syarat sebagao pemilih pindahan sebanyak 537 pemilih yang tersebar di 240 TPS, di 95 desa/kelurahan, di delapan kecamatan.

Ketiga, pihaknya mengklaim, termohon tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan surat suara  daftar pemilih tambahan (DPTb), karena terbukti pemilih tambahan tersebut sejatinya bukan pemilih di TPS yang bersangkutan karena yang bersangkutan tidak memenuhi syarat sebagai pemilih sebanyak 1.883 di 240 TPS yang tersebar di 95 desa/kelurahan di delapan kecamatan.

Termohon terbukti melakukan kecurangan, dimana surat pemberitahuan memilih atau formulir C.Pemberitahuan-KWK yang tidak terdistribusi kepada pemilih tidak dikembalikan kepada termohon dan tidak dilakukan rekapitulasi pengembalian.

Hal tersebut berdasarkan bukti bahwa pemohon pada saat rekapitulasi perhitungan suara di tingkat KPU kabupaten sudah meminta secara resmi melalui surat kepada termohon, tetapi pada waktu itu menjawab bahwa dokumen yang diminta ada dalam kotak.

“Jawaban ini tentu tidak sesuai dengan pasal 12 dan pasal 13 PKPU Nomor 18 tahun 2020,” ujar Makhfud.

Empat, terjadi pelanggaran berupa penggunaan hak pilih lebih dari satu kali dengan modus terdaftar dalam DPT TPS asal, kemudian menggunakan hak pilihnya di TPS lain dengan menggunakan KTP di TPS sebagaj daftar pemilih tambahan atau DPTb berikutnya dengan tidak membawa surat keterangan pemilih pindah memilih dan dimasukkan dalam daftar pemilih tambahan.

Lima, termohon atau jajarannya juga melakukan pelanggaran yang dilakukan dengan cara dan terjadi di beberapa TPS.

Enam, pihaknya juga mengklaim pelanggaran serius yang terjadi secara masif dan merusak nilai-nilai demokrasi pada pemilihan yang dilakukan dalam bentuk praktik politik uang dan barang yang dilakukan oleh calon bupati pasangan calon nomor urut 2 Haliana – Ilmiati Daud.

Selanjutnya, menurut pemohon, bahwa terjadi pelanggaran yang serius  yang dilakukan oleh tim atau pendukung pasangan calon nomor urut 2 berupa intimidasi dan ancaman kekerasa kepada pendukung pasangan calon nomor urut 1 di beberapa TPS.

“Apabila pemilih yang mencoblos melebihi jumlah DPT, DPTb, DPPh, maka dipastikan ada pemilih siluman yang menemukan hak pilihnya dan inilah potensi pelanggaran yang harus dipertanggungjawabkan oleh termohon,” pungkas Makhfud.

 

Reporter: Rmh