Polisikan Mahasiswa Asal Butur, Ali Mazi Disebut Bungkam Suara Kritis Rakyat

Ilustrasi demo. Foto/ist
Ilustrasi demo. Foto/ist

Kendari. Bentara Timur – Seorang mahasiswa asal Buton Utara (Butur), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Baada Yung Hum Marasa (24) ditangkap polisi pasca melakukan aksi demonstrasi.

Baada ditangkap atas laporan Gubernur Sultra Ali Mazi yang merasa nama baiknya dicemarkan dalam aksi demonstrasi mahasiswa di pertigaan Desa Ronta, Kecamatan Bonegunu, Kabupaten Butur, pada Kamis 2 Desember 2021.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD Partai Demokrat Sultra, Muh. Endang mengaku sangat menyayangkan tindakan Ali Mazi yang telah mempolisikan mahasiswa itu. Menurutnya, pelaporan itu merupakan bentuk pembungkaman aksi serta suara kritis rakyat terhadap pelaksanaan pembangunan.

Baca juga: Mahasiswa Asal Butur Ditangkap Polisi Karena Demo Protes Jalan Rusak

“Ini bisa membungkam demokrasi, kontrol sosial, dan suara kritis dari rakyat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,“ ujar Endang kepada media ini, Rabu (19/1/2022).

Mantan Wakil Ketua DPRD Sultra itu menyatakan, apa yang disuarakan para mahasiswa itu adalah kebenaran. Fakta menunjukkan jalan provinsi rusak di mana-mana, namun pemerintah provinsi hanya berkonsentrasi membangun Jalan Toronipa.

Baca juga: Seorang Ayah di Butur Cabuli Anak Tirinya Saat Tidur

“Kita seharusnya  berterima kasih kepada para mahasiswa tersebut, bukan malah menangkap mereka,” katanya.

Endang bilang, Ali Mazi seharusnya menjawab kritik mahasiswa dengan kinerja, bertemu rakyat dan merespon aspirasi mereka bukan dengan melaporkan mereka ke polisi.

Mantan aktivis 98 ini mengingatkan masa jabatan Ali Mazi tinggal setahun lagi. Seharusnya, Ali Mazi bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan efektif, dengan menunaikan janji-janji kampanye yang telah disampaikan kepada rakyat Sultra saat pemilihan gubernur yang lalu.

“Karena kita semua menginginkan pemerintahan Ali Mazi-Lukman ini bisa husnul khatimah, berakhir dengan baik,” tutur Endang.

Ia juga meminta Ali Mazi meniru kesabaran para pemimpin seperti Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia mencontohkan ketika dulu demo meminta SBY turun dengan membawa kerbau bertuliskan SBY, tapi SBY tetap sabar dan tidak meminta kepolisian menangkap pelaku unjuk rasa tersebut.

Terpisah, pengamat hukum, Fatahillah juga menyayangkan tindakan Gubernur Sultra Ali Mazi yang telah melaporkan Baada ke pihak kepolisian. Menurutnya, aksi unjuk rasa terkait jalan rusak di Kabupaten Butur, bagian dari kepentingan publik, dan masyarakat di wilayah tersebut.

Fatahillah menyebut, dalam penyampaian pendapat di muka umum, protes dan kritikan terhadap jabatan dalam hal ini Ali Mazi sebagai Gubernur Sultra adalah hal yang wajar, sepanjang yang dikritisi bukan pribadi gubernur.

Fatahillah bilang, penyampaian pendapat yang dilakukan oleh sekelompok warga dalam aksi demonstrasi di pertigaan Desa Ronta, Kecamatan Bonegunu, Kabupaten Butur, pada 2 Desember 2021 lalu, seharusnya dijadikan sebagai motivasi Gubernur Sultra untuk memperbaiki kinerjanya dan jangan anti kritik.

“Janganlah pak Gubernur menggunakan jalur-jalur hukum kepada warganya. Seorang pemimpin itu ketika dikritik seharusnya dijadikan sebagai masukan,” katanya.

Fatahillah juga menegaskan, terkait dugaan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh mahasiswa Baada Yung Hum Marasa, seharusnya diadukan oleh pribadi Ali Mazi bukan melalui orang lain ataupun ajudan.

“Inikan kebiasaan demonstrasi, kalau memang pendemo mengeluarkan kata-kata yang menyerang pribadi orang lain. Berarti orang yang merasa dirugikan atau dicemarkan itu kalau memang harus ditindaklanjuti secara hukum, harus dia melakukan aduan secara pribadi (tidak boleh lewat ajudan/orang lain),” ujarnya.

Sebelumnya, Baada telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pencemaran nama baik. Mahasiswa Dayanu Ikhsanuddin Baubau itu dilaporkan ke polisi oleh anggota Polri yang juga merupakan ajudan Gubernur Sultra Ali Mazi yang bernama Muhammad Ulil Amri.

Reporter : (rmh)