Kendari. Bentara Timur – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatatkan angka mengejutkan sebanyak 103 nelayan asal Sulawesi Tenggara (Sultra) terlibat dalam praktik illegal fishing di perairan Australia.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, mengungkapkan data yang dikelola AFMA dan Ditjen PSDKP mencatatkan 216 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Pemerintah Australia pada tahun 2024.
Dari jumlah tersebut, 48 persen atau sebanyak 103 nelayan berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya dari Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat, dan Kabupaten Konawe Selatan. Itulah sebabnya, ketiga wilayah ini menjadi fokus dalam kegiatan Public Information Campaign (PIC) kali ini.
“Ini sangat disayangkan, di tengah upaya besar pemerintah Indonesia untuk memerangi illegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing, ternyata masih banyak kapal nelayan Indonesia yang menangkap ikan di perairan negara lain tanpa izin,” ujar Pung Nugroho dalam siaran resmi KKP pada yang di rilis pada Senin 16 Desember 2024.
Sejak 2019, PSDKP terus bekerja sama dengan berbagai pihak, baik secara mandiri maupun kolaboratif, untuk mencegah praktik illegal fishing dengan memberikan pemahaman kepada nelayan tentang pentingnya mematuhi aturan perikanan.
KKP juga telah menyepakati tiga program kerja sama dengan Pemerintah Australia, yakni patroli terkoordinasi, kampanye informasi publik (Public Information Campaign), dan pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan yang terlibat dalam penangkapan ikan lintas batas. Program mata pencaharian alternatif ini saat ini tengah dibahas.
Dalam kesempatan yang sama, Nugroho Aji, mewakili Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, menekankan bahaya besar yang dihadapi oleh nelayan Indonesia yang terlibat dalam illegal fishing di perairan Australia.
Selain berisiko bagi keselamatan mereka karena cuaca dan kondisi laut yang ekstrem, nelayan yang tertangkap akan menghadapi hukuman berat.
“Kapal dan hasil tangkapan akan disita dan dimusnahkan. Nelayan yang tertangkap juga akan dikenakan denda tinggi dan bisa dipenjara jika tidak mampu membayar denda tersebut,” ungkap Nugroho Aji.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, mulai tahun 2025, Pemerintah Australia tidak lagi menyediakan jasa pengacara bagi nelayan Indonesia yang terjerat hukum di Australia. Hal ini berpotensi meningkatkan hukuman bagi para pelaku, mengingat mereka akan menghadapi proses hukum tanpa pendampingan hukum.
Mata Pencaharian Alternatif dan Kesempatan Kerja di Australia
Sebagai upaya untuk membantu nelayan, KKP dan Pemerintah Australia tengah merancang program mata pencaharian alternatif yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi geografis masing-masing wilayah. Salah satu opsi yang sedang digagas adalah pemberian visa kerja di kapal-kapal perikanan Australia bagi nelayan Indonesia. Namun, syaratnya adalah mereka harus bebas dari catatan kriminal dan tidak boleh terlibat dalam illegal fishing.
Lidya Woodhouse, perwakilan dari AFMA, mengungkapkan keprihatinan Australia terkait aktivitas illegal fishing yang melibatkan nelayan Indonesia. “Kami sangat prihatin karena nelayan Indonesia tidak hanya masuk ke wilayah perbatasan, tetapi juga telah jauh menjelajah hingga ke teritorial barat Australia. Australia memiliki regulasi ketat untuk melindungi lingkungan dan biota lautnya,” ujar Lidya.
Lidya juga menjelaskan bahwa berdasarkan perjanjian antara Indonesia dan Australia, nelayan Indonesia yang menangkap ikan di kawasan MoU Box hanya diperbolehkan menggunakan kapal layar tanpa mesin untuk menangkap ikan yang hidup di kolong air. Penangkapan hewan laut seperti teripang yang hidup di dasar laut dilarang, karena sesuai dengan perjanjian wilayah yang telah disepakati, dasar laut di perairan perbatasan Indonesia-Australia merupakan wilayah milik Australia.
Selain kegiatan PIC untuk nelayan, KKP dan AFMA juga menggelar program edukasi untuk anak-anak sekolah. Dalam kegiatan PSDKP dan AFMA Mengajar, para siswa di SD-SMP Satu Atap 19, Desa Bungin Permai, Pulau Bungin, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, diajarkan tentang pentingnya penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab. Ini diharapkan dapat membentuk generasi mendatang yang lebih sadar akan pentingnya kelestarian sumber daya laut.
Mengingatkan Nelayan Indonesia
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, selalu mengingatkan nelayan Indonesia untuk tidak menangkap ikan di perairan negara lain. “Indonesia memiliki wilayah lautan yang luas dan potensi perikanan yang melimpah yang dapat dikelola untuk kemakmuran nelayan Indonesia,” tegasnya.
Melalui rangkaian kegiatan edukasi ini, KKP dan Pemerintah Australia berharap dapat mengurangi angka illegal fishingdan memastikan keberlanjutan sumber daya laut Indonesia, sekaligus menjaga hubungan baik antara kedua negara.
Kampanye informasi publik ini berlangsung pada 10-14 Desember 2024, di Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat, dan Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebelumnya, kegiatan serupa juga telah dilakukan di Kota Kupang dan Kabupaten Rote Ndao pada 30 Juli dan 1 Agustus 2024.
Penulis : Rosniawanti