Kejati Sultra Tetapkan 4 Tersangka Kasus PT Toshida

Ketgam: Asisten Pidana Khusus Kejati Sulawesi Tenggara (Sultra) Setyawan Chaliq (kedua dari kiri) saat mengumuman empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan PT Toshida, Kamis (17/6/2021), di Kantor Kejati Sultra.Foto/rmh/bentaratimur.id

Kendari. Bentara Timur – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan PT Toshida, Kamis (17/6/2021), di Kantor Kejati Sultra.

Keempat tersangka yang ditetapkan tersebut yakni, LSO sebagai Direktur PT Toshida Indonesia dan UMR selaku karyawan atau yang bertugas sebagai General Manajer PT Toshida Indonesia.

Sementara dua lainnya yakni, BHR, mantan pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Sultra tahun 2020 dan mantan Kabid Minerba ESDM Sultra berinisial YSM, yang sekarang menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sultra.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Setyawan Chaliq mengungkapkan, penetapan terhadap keempat tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan adanya dua alat bukti. Katanya, setelah resmi ditetapkan menjadi tersangka akan dilakukan penahanan.

“Hari ini kita sudah lakukan pemanggilan terhadap keempat tersangka, tapi hanya dua tersangka yang hadir yakni, UMR dan BHR. Keduanya kita akan lakukan penahanan di Rutan Kelas II A Kendari mulai hari ini,” ujar Setyawan.

Sementara dua tersangka lainnya LSO dan YSM yang tidak memenuhi panggilan penyidik, Kejati Sultra akan menempuh upaya hukum agar kedua tersangka memenuhi panggilan penyidik.

“Kami masih melakukan upaya hukum agar keduanya mau datang memenuhi panggilan penyidik. Kemungkinan akan ada upaya paksa, jika keduanya tidak koperatif,” kata Setyawan.

Dia menambahkan, dalam kasus ini kerugian negara sebesar Rp158 miliar. Temuan itu berdasarkan hasil audit dari tim Kementerian Kehutanan terkait besaran anggaran yang menjadi kerugian negara dalam kasus PT Toshida Indonesia.

Lebih lanjut, Setyawan menjelaskan, izin usaha pertambangan (IUP) PT Toshida diterbitkan tahun 2007, sementara izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) diterbitkan tahun 2009.

Selama mengeruk ore nikel sejak tahun 2009 sampai 2020, di wilayah Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sultra, PT Toshida tidak pernah menunaikan kewajiban terhadap negara.
Kewajibannya yang tak ditunaikan itu mulai dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) IPPKH, royalti, pemberdayaan masyarakat, corporate sosial responsibilty (CSR).

Penyidik Kejaksaan Tinggi Sultra Sita Bukti Kasus Tambang PT Toshida

Penyidik Kejati Sultra Segel Tiga Ruangan di Kantor Dinas ESDM

Meski tak membayar kewajiban tersebut, Dinas ESDM Sultra tetap mengeluarkan izin berupa rencana kerja dan anggaran biaya ke PT Toshida. Parahnya lagi, PT Toshida masih melakukan penjualan ore nikel, padahal IPPKH-nya sudah dicabut oleh Kementerian Kehutanan pada 20 November 2020 lalu.

“Empat kali penjualan, invoice yang kami dapat itu Rp75 miliar, ditambah dengan kerugian negara uang saya sebut tadi sebesar Rp158 miliar,” pungkasnya.

Reporter : (rmh)