Unaaha, Bentara Timur – Pihak PT Virtue Dragon Nickel Industrial Park (VDNIP) buka suara terkait aksi mogok kerja oleh sejumlah karyawannya dan karyawan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) yang digelar di kawasan pemurnian nikel VDNIP di Desa Morosi, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Rabu (22/3/2023).
Pihak perusahaan melalui Koordinator Humas, Amrun mengatakan, bahwa aksi yang diinisiasi oleh Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) dan Serikat Perlindungan Tenaga Kerja (SPTK) menyalahi aturan yakni, dilakukan tidak memenuhi syarat ketentuan perundang-undangan seperti diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebab aksi mogok kerja yang dilakukan tidak didasari oleh gagalnya perundingan terlebih dahulu sebagai syarat utama.
“Perusahaan belum pernah berunding untuk membicarakan tuntutan-tuntutan seperti yang dituangkan dalam surat ber-kop logo serikat KSPN dan SPTK dengan nomor 002A.SP/KONAWE/III/2003 tentang perihal pemberitahuan mogok kerja yang dikirimkan pada tanggal 14 Maret 2023 masing-masing ke manejemen PT OSS dan PT VDNI,” kata Amrun lewat keterangan yang disampaikan pada Sabtu (25/3/2023).
Menurut Amrun, pimpinan dan pengurus Serikat KSPN dan SPTK mengurai alasan-alasan dilakukannya mogok kerja, bahwa perusahaan PT OSS dan PT VDNI tidak menjalankan poin kesepakatan tentang pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB). Seperti yang dituangkan dalam hasil perundingan rapat dengar pendapat (RDP) di gedung DPRD Provinsi Sultra pada 9 Agustus 2022 lalu dan kesepakatan mediasi 19 Januari 2023 yang digelar di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Konawe.
Hal ini kata Amrun, tentu bertentangan dengan fakta yang ada. Dimana faktanya pihak perusahaan PT OSS dan PT VDNI telah menindaklanjuti tuntutan tersebut dengan berkirim surat kepada semua organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang ada di PT OSS dan VDNI perihal permintaan verifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh di tanggal 4 dan 5 Maret 2023 sebagai bentuk kepatuhan perusahaan.
Tapi pihak KSPN dan SPTK bukannya menindaklanjuti surat perusahaan, malah mereka menyahuti surat perusahaan dengan balasan surat pemberitahuan rencana mogok kerja yang berujung pada aksi unjuk rasa yang menyebabkan bentrokan dengan pihak keamanan hingga malam hari.
Akibat bentrokan itu, rumah-rumah dan kios warga terpaksa harus tutup. Kemudian beberapa fasilitas perusahaan mengalami kerusakan oleh ulah anggota KSPN dan SPTK yang tak bertanggung jawab.
Tindakan itu tentu mencederai semangat para buruh maupun karyawan yang menginginkan segera terjadinya perwujudan PKB yang sangat diinginkan para pekerja. Sayangnya yang terjadi saat ini KSPN dan SPTK telah membuat hubungan dan situasi menjadi rumit dan menjauhi nilai-nilai perjuangan serikat buruh lainnya yang menginginkan PKB segera diwujudkan.
Amrun bilang, perusahaan sejak awal telah berkomitmen akan menyepakati dan menyetujui pembuatan PKB bersama dengan serikat pekerja/serikat buruh tanpa membeda-bedakan serikat manapun, jika prosedur pembuatan PKB dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 28 tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Amrun bilang, aksi mogok kerja yang dilakukan karyawan itu juga terkesan dipaksakan oleh para pengurus KSPN dan SPTK. Sebab, selain menyalahi prosedur, aksi mogok kerja dilakukan dengan tidak tertib dan damai.
Sebagian besar karyawan yang hendak ingin masuk bekerja terpaksa harus mengurungkan niat dan memilih kembali pulang karena mendapatkan halangan dan diintimidasi hingga pengancaman oleh para anggota KSPN dan SPTK di lapangan yang tersebar di beberapa titik jalan area perusahaan.
“Selain itu, aksi para anggota KSPN dan SPTK dilakukan ditengah perayaan keagamaan yakni, perayaan hari raya Nyepi juga tepat di hari mulainya bulan Ramadhan. Hal ini sangat mencederai nilai kerukunan antar umat beragama. Pihak perusahaan tengah mempertimbangkan kejadian ini untuk mengambil langkah hukum dalam merespons gerakan ini,” pungkas Amrun.
Penulis : R. Hafid