Imbalan Rp20 Juta Bagi yang Tahu Dirut PT Toshida

Kepala Kejati Sultra Sarjono Turin (tengah) saat memberikan keterangan dihadapan awak media terkait hasil pelelangan barang bukti dari tiga perusahaan yang melakukan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin di kantor Kejati Sultra, Selasa (2/11/2021). Foto/rmh/bentaratimur.id
Kepala Kejati Sultra Sarjono Turin (tengah) saat memberikan keterangan dihadapan awak media terkait hasil pelelangan barang bukti dari tiga perusahaan yang melakukan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin di kantor Kejati Sultra, Selasa (2/11/2021). Foto/rmh/bentaratimur.id

Kendari. Bentara Timur – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar sayembara. Uang Rp20 juta ditawarkan bagi masyarakat yang mampu menunjukkan keberadaan Direktur Utama (Dirut) PT Thosida Indonesia La Ode Sinarwan Oda (LSO). LSO masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) terkait kasus korupsi.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sultra Sarjono Turin mengatakan, pihaknya saat ini terus mencari keberadaan tersangka LSO. Ia juga menambahkan, bagi masyarakat yang memberikan informasi yang jelas dan akurat keberadaan tersangka akan diberi hadiah sayembara tersebut.

“Hadiah itu berbentuk uang dan paling banyak sebesar Rp20 juta,” ujar Sarjono di aula Kejati Sultra, Selasa (2/11/2021).

Baca juga: Kejaksaan Tahan Dua Tersangka Kasus Tambang PT Toshida

LSO ditetapkan sebagai DPO pada tanggal 20 September 2021 lalu. Penetapan status DPO terhadap direktur perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Kolaka itu usai tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Kejati Sultra.

LSO dianggap tidak kooperatif dan melawan proses penyidikan karena tak kunjung memenuhi panggilan penyidik sejak dinyatakan sebagai tersangka.

Baca juga: Kejati Sultra Lelang Barang Rampasan Senilai Rp14,9 Miliar

Untuk diketahui, Direktur Utama PT Toshida Indonesia itu ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kawasan hutan dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB)

Aksi tersangka itu merugikan negara sebesar Rp495 miliar. Kerugian negara itu berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan yang tidak dibayar dan setelah pencabutan IPPKH empat kali penjualan pada 2019-2021.

Reporter : (rmh)