Kendari. Bentara Timur – Ketua DPD Gerindra Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Ady Aksar mengatakan pihaknya sedih dan berduka mengetahui Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Andi Merya merupakan kader Partai Gerindra.
“Terus terang kami masih bersedih dan berduka atas kejadian ini,” kata Ady lewat pesan WhatsApp-nya, Rabu (22/9/2021) malam.
Sementara saat ditanya, apakah Gerindra akan memberi bantuan hukum kepada Andi Merya Nur, Ady hanya menjawab Gerindra mengutuk keras segala tindakan korupsi. Gerindra juga kata Ady menghormati proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
“Kami tidak begitu karena tidak ada arahan dari partai begitu. Yang jelas kami (Gerindra) mengutuk keras tindakan-tindakan korupsi dalam bentuk apapun,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Komisi KPK telah menetapkan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN) sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Ia ditetapkan tersangka bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Anzarullah (AZR).
Dalam perkaranya, Andi Merya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Anzarullah, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah sempat terjaring OT KPK pada Selasa (21/9/2021) malam, dan ditemukan bukti permulaan yang cukup.
“Setelah dilakukan pengumpulan berbagai bahan keterangan dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, selanjutnya KPK melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron, dalam konferensi pers, seperti dikutip dari akun youtube KPK RI Rabu (22/9/2021).
Ghufron menjelaskan, kasus ini bermula saat Andi Merya dan Anzarullah mengajukan dana hibah kepada BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) dan dana siap pakai atau DSP pada periode Maret hingga Agustus 2021.
Pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di Kantor BNPB, Jakarta.
Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.
Dari pemaparan itu, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
“AMN menyetujui permintaan AZR (Anzarullah) tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30 persen,” ungkap Ghufron.
Kena OTT KPK, Bupati Koltim Baru Tiga Bulan Menjabat
OTT KPK, Bupati Kolaka Timur Ditangkap Bersama Kadis BPBD
Selanjutnya Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ramawan selaku Kabag ULP agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE sehingga perusahaan milik Anzarullah dan atau grupnya dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.
Sebagai realisasi kesepakatan, Andi Merya diduga meminta uang sebesar Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
“AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp25 juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari,” ungkap Ghufron.
Atas dugaan tindak pidana itu, Anzarullah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Andi Merya selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Reporter : (rmh)