Kasus Penggelapan Pajak Kendaraan, Polda dan Kejati Sultra Saling Lempar Tanggung Jawab

Ilustrasi pembayaran pajak secara online
Ilustrasi pembayaran pajak secara online

Kendari. Bentara Timur – Kasus pemalsuan dan  penggelapan pajak kendaraan yang terjadi beberapa tahun silam di Samsat Kolaka dengan pelapor Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumarding, yang ditangani penyidik kepolisian daerah (Polda) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra hingga saat ini belum menemui titik terang terkait kelanjutan proses hukumnya. Dua lembaga penegak hukum ini belum sehati dan saling lempar penyidikan, sehingga kasus tersebut senyap.

Terkait belum ada kejelasan hukum pemalsuan dan penggelapan pajak kendaraan tersebut, Kasubbid Penmas Humas Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh mengatakan, bahwa berkas kasus tersebut sudah berapa kali bolak balik di Kejati Sultra.

“Awalnya sudah tiga kali di kirim di jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Sultra, namun Kejaksaan selalu mengembalikan, karena tidak memenuhi unsur,” kata Dolfi via telepon selulernya, Selasa (26/10/2021).

Baca juga: Pedangang Pasar di Sultra Tolak Rencana Pemerintah Pungut Pajak Sembako

Dolfi bilang, penyidik telah melakukan gelar perkara yang menghadirkan pihak eksternal dalam hal ini profesi dan pengamanan (Propam), inspektur pengawasan daerah (Irwasda), dan  pembinaan hukum (Binkum). Dari hasil gelar perkara diputuskan dan dihentikan penyidikanny.

Atas dihentikannya penyidikan kasus pemalsuan penggelapan pajak tersebut, oleh pelapor melakukan upaya hukum dengan mempraperadilankan kasus tersebut. Hakim yang menangani praperadilan itu mengabulkan untuk membuka kembali dan melakukan penyidikan.

“Dari proses penyidikan tersebut, Polda Sultra telah mengirim berkas kasus itu sebanyak dua kali  di JPU Kejati Sultra, tetapi dikembalikan lagi karena dianggap belum memenuhi unsur,” ujar Dolfi.

Baca juga: Kapolda Sultra Ajak Pemkot Kendari Sukseskan Program Kapolri

Kata dia, penyidik Polda Sultra juga telah menerima P19 dan P20, namun kejaksaan tidak menyampaikan berkas apa yang harus dilengkapi. Sehingga pihaknya tidak memberikan tanggapan terkait petunjuk-petunjuk tersebut.

Kuasa hukum H.Jumarding, Andi Heriaksa mengatakan, berkas kasus tersebut dikatakan tidak memenuhi unsur karena penyidik Polda hanya mengirim 2 pasal, yakni pasal 374 dan 378 KUHP.

“Dari keterangan Asisten Bidang Pidana Umum (Aspidum) Kejati mengatakan, seandainya dimasukkan pasal 263 tentang pemalsuan maka pasti diberikan petunjuk bahwa dokumen yang dipalsukan untuk segera diperiksa Kadis Pendapatan Prov Sultra sebelum kasus tersebut di P21,” katanya.

Baca juga: OPINI : Mengkorupsikan Penerimaan Negara Bukan Pajak

Selain itu, Andi Heriaksa menjelaskan, P18 atau hasil penyelidikan belum lengkap. Kemudian P19 atau pengembalian berkas untuk dilengkapi. Dan P20 pemberitahuan bahwa waktu penyidikan telah habis. Jika hal ini dilakukan JPU Kejati, berarti penyidik Polda Sultra harus membuat resume penyidikan.

Lalu P19 atau pengembalian berkas harus dilengkapi, JPU memberikan petunjuk kepada penyidik dengan jelas terhadap pembuktian unsur unsur pidana yang disangkakan yakni, pasal 263, 374 dan pasal 378 KUHP. Sehingga tidak menimbulkan multitafsir atau perbedaan persepsi antara jaksa dan penyidik untuk menghindari bolak balik perkara.

“Kalau JPU mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, maka penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk JPU,” tuturnya.

Semnatara itu, Kejati Sultra melalui Kasi Pidum, Dody menyampaikan, bahwa berkas perkara dikembalikan karena tidak memenuhi unsur. Pihaknya terlebih dulu mengeluarkan surat pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi (P19), namun penyidik Polda Sultra tidak menanggapi.

“Kita berikan petunjuk dengan batas waktu yang ditentukan, tetapi sampai lewat batas waktu itu penyidik tidak memberikan tanggapan,” katanya via sambungan whatsapp, Senin (25/10/2021).

Kemudian, pihaknya mengeluarkan surat pemberitahuan bahwa penyidikan telah habis (P20), akan tetapi Polda Sultra tidak melengkapinya. Dengan demikian sesuai dengan standar operasional (SOP), kejaksaan mengembalikan berkas perkara.

“Kita tidak memutus, namun kami kembalikan berkas perkaranya di Polda Sultra,” pungkasnya.

Untuk diketahui, kasus ini berawal pada April 2017 saat Jumarding mengajukan perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan pembayaran pajak tahunan tujuh unit mobil di Samsat Kendari. Rinciannya, dua mobil truk keluaran 2008 dan lima unit lainnya keluaran 2012.

Dalam perjalanannya, petugas Samsat Kendari menyatakan tujuh unit mobil tersebut belum terdaftar di Samsat. Biaya balik nama (BBN) bertahun-tahun pajaknya tidak pernah disetor.

Dari kejadian itu, Jumarding selanjutnya menghubungi tiga orang pegawai Samsat Kolaka yang selama ini membatu mengurusi pajak kendaraannya. Setelah dihubungi tiga orang tersebut mengakui kesalahannya.

Jumarding lalu melaporkan kasus itu ke Polda Sultra pada November 2017. Namun kasus tersebut baru ditingkatkan ke penyidikan pada Mei 2018.

Selama kurun waktu dua tahun tim penyidik bekerja, tiga oknum pegawai Samsat Kolaka masing-masing berinisial M, S, dan J akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Namun belakangan kasus tersebut di SP3 atau dihentikan lantaran dianggap tidak cukup bukti.

Tak terima, Jumarding melalui kuasa hukumnya menempuh jalur praperadilan. Hasilnya, pada 18 Maret 2021 praperadilan Jumarding dikabulkan untuk seluruhnya dan kasus dugaan penggelapan tersebut kembali dibuka.

Sesuai amar putusan dari permohonan Jumarding, Nomor 01/Pid.Pra/2021/PN.Kdi/tanggal 3 Januari 2021, tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sultra akhirnya mengadakan gelar perkara terkait putusan praperadilan tersebut.

Penyidik Polda Sultra selanjutnya menyerahkan kembali berkas kasus itu ke JPU Kejati Sultra. Namun JPU lagi-lagi mengembalikan berkas dari Polda Sultra karena alasan tidak memenuhi unsur.

Reporter : (rmh)