News  

Orang Tua siswa Keluhkan Iuran Komite SMAN 5 Kendari Rp600 Ribu

SMA Negeri 5 Kendari. Foto/ist
SMA Negeri 5 Kendari. Foto/ist

Kendari, Bentara Timur – Orang tua siswa mengeluhkan besarnya iuran komite di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Kendari yang mencapai Rp600 ribu.

Hal tersebut dikeluhkan salah seorang orang tua siswa yang meminta namanya tidak dipublikasikan.

“Iya, tadi baru selesai rapat. Hasil keputusannya Rp600 ribu per siswa, jadi kena Rp50 ribu per bulan. Biasanya siswa ditagih saat mau ulangan semester,” kata salah satu orang tua siswa di Kendari, Rabu (4/9/2024).

Ia pun merasa keberatan atas kesepakatan terkait nominal uang yang harus dibayarkan. Pasalnya, baru-baru ini Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mengeluarkan surat edaran tentang larangan bagi setiap sekolah tingkat SMA/SMK dan SLB untuk melakukan pungutan atau menerima sumbangan dalam bentuk apapun kepada peserta didik atau orang tua/wali murid.

“Yah keberatan lah, sudah ada edaran yang melarang tapi masih mau bayar iuran lagi. Kita keberatan,” ujarnya.

Ia juga mengeluhkan, saat anaknya yang baru-baru tamat dan mau mengambil ijazah disuruh membayar Rp50 ribu. Padahal kalau masih kepala sekolah lama tidak ada pungutan saat ambil ijazah.

Lebih lanjut orang tua siswa ini mengungkapkan, bahwa siswa yang tidak membayar diancam tidak akan diikutkan ulangan semester.

“Biasanya begitu kalau pengalaman beberapa tahun terakhir ini,” bebernya.

Bukan hanya itu, orang tua siswa juga mengungkapkan bahwa sebelumnya, siswa kelas XII yang hendak mengurus pendaftaran bebas tes untuk masuk perguruan tinggi juga dimintai uang sebesar Rp400 ribu per siswa.

“Kan anakku dia tamat juga baru-baru, jadi untuk input saja data untuk masuk bebas tes baru-baru ini dimintai juga Rp400 ribu per siswa,” katanya.

Padahal, sebelum-sebelumnya tidak ada pembayaran yang dibebankan kepada siswa mengurus pendaftaran bebas.

“Dulu sekitar 4 tahun lalu anakku dia tamat, tidak ada pembayaran untuk input data masuk bebas tes. Itu masih kepala sekolah sebelumnya,” tuturnya.

Ia mengaku, pernah menemui wali kelas anaknya dan mempertanyakan perihal pembayaran biaya penginputan data siswa yang  hendak masuk bebas tes di perguruan tinggi. Namun, wali kelas mengaku hanya menjalankan  arahan kepala sekolah.

“Waktu itu kita dipanggil, ketemu wali kelas, tapi waktu saya tanya wali kelas katanya dia hanya jalankan juga arahan kepala sekolah. Katanya kalau ibu keberatan tidak usah bayar, yah tidak usah bayar tapi takutnya kalau tidak bayar tidak diinput juga datanya,” ujarnya.

Surat edaran Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Yusmin yang dikeluarkan tanggal 6 Agustus 2024 tentang larangan pungutan biaya disatuan pendidikan SMA/SMK dan SLB Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto/ist
Surat edaran Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Yusmin yang dikeluarkan tanggal 6 Agustus 2024 tentang larangan pungutan biaya disatuan pendidikan SMA/SMK dan SLB Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto/ist

Sementara itu, Kepala SMAN 5 Kendari, Sofyan Masulili saat dikonfirmasi mengatakan bahwa hasil kesepakatan rapat dengan membebankan Rp600 ribu per siswa merupakan keinginan pengurus komite.

“Karena mereka liat masjidnya kita ini belum selesai, jadi mereka fokus berpartisipasi untuk membantu supaya selesai pembangunan masjid. Jadi saya serahkan saja mereka yang putuskan, saya tidak mau ikut campur. Sepakat, supaya ini masjid cepat digunakan, yang penting bukan saya yang ikut memutuskan”, kata Sofyan Masulili melalui panggilan WhatsApp.

Sofyan juga mengakui besaran kesepakatan iuran komite yang akan dibayar per siswa yaitu Rp50 ribu per bulan. Sehingga jika ditotalkan selama satu tahun adalah Rp600 ribu.

“Saya ikut-ikut saja, karena mereka (komite) yang pimpin rapat, saya yang penting jangan berkiblat sama saya, kamu bilang sekolah yang pungli,” katanya.

Saat ditanyakan terkait surat edaran Kepala Dikbud Sultra tentang larangan pihak sekolah untuk meminta dan menerima sumbangan kepada peserta didik dan orang tua/wali murid, Sofyan berdalih bahwa kesepakatan ini merupakan kesepakatan saat rapat komite.

“Tadi saya sudah jelaskan, cuman tadi komite katanya ini barang (masjid) kalau dibiarkan tidak akan selesai. Mau dikemanakan ini masjid,” ujarnya.

Kemudian, saat ditanyakan terkait pungutan dalam penginputan data siswa untuk masuk bebas tes sebesar Rp400 ribu, Sofyan juga mengaku tidak tahu.

“Itu kan wali kelas yang tangani, saya tidak tahu juga bagaimana sistemnya mereka, mungkin itu guru-guru yang kerja siang malam, kan tidak ada anggarannya,” jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Dikbud Sultra, Yusmin mengeluarkan surat edaran tanggal 6 Agustus 2024 tentang larangan pungutan biaya disatuan pendidikan SMA/SMK dan SLB Provinsi Sulawesi Tenggara

Ada empat poin dalam surat edaran tersebut. Pertama, melarang seluruh sekolah jenjang SMA/SMK dan SLB Provinsi Sulawesi Tenggara melakukan pungutan atau meminta sumbangan dalam bentuk apapun kepada peserta didik atau orang tua/wali murid.

Kedua, melarang seluruh sekolah jenjang SMA/SMK dan SLB Provinsi Sulawesi Tenggara melakukan pungutan, menerima dan meminta hadiah, pemberian, uang, dan/atau sejenisnya kepada siswa dan/atau orang tua siswa yang dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dan satuan pendidikan dalam bentuk apapun dan dengan dalih apapun, termasuk saat pengambilan raport, Ijazah/SKHU (penulisan ijazah), dan saat pelaksanaan PPDB.

Ketiga, melarang sekolah untuk menahan raport, ijazah, dan surat keterangan hasil ujian (SKHU) dengan alasan peserta didik belum memenuhi kewajiban pembayaran sumbangan/pungutan yang telah ditetapkan satuan pendidikan.

Terakhir, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan kewenangannya dapat membatalkan pungutan dan/atau sumbangan apabila penyelenggara dan/atau satuan pendidikan melanggar peraturan perundang- undangan atau dinilai meresahkan masyarakat.

Penulis : R. Hafid