AJI dan IJTI Kecam Aksi Kekerasan pada Jurnalis saat Liput Demo di Rujab Gubernur Sultra

AJI Kendari dan IJTI Sulawesi Tenggara (Sultra) saat melakukan demonstrasi di Mapolda Sultra beberapa waktu lalu, menuntut agar kasus kekerasan terhadap jurnalis di Kota Kendari diselesaikan. Foto/ist
AJI Kendari dan IJTI Sulawesi Tenggara (Sultra) saat melakukan demonstrasi di Mapolda Sultra beberapa waktu lalu, menuntut agar kasus kekerasan terhadap jurnalis di Kota Kendari diselesaikan. Foto/ist

Kendari. Bentara Timur – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara mengecam tindakan kekerasan oknum polisi dan oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)  terhadap jurnalis JPPN Laode Muhammad Deden Saputra saat melakukan peliputan demonstrasi mahasiswa yang menolak anak Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi, Alvian Taufan Putra menjadi  Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sultra.

Aksi kekerasan oknum polisi dan oknum Satpol PP terhadap jurnalis terjadi di depan Rumah Jabatan Gubernur Sultra, Kamis (10/2/2022) sekira pukul 11.00 WITa.

Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman Angkosono menyayangkan tidakan beberapa oknum kepolisian yang malah ikut terprovokasi berupaya menyerang jurnalis. Katanya, tindakan kekerasan yang dilakukan oknum-oknum tersebut tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.

“Harusnya oknum polisi mengamankan, bukan malah berusaha menyerang jurnalis karena tugas pokok polisi sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat,” ujar Kasman kepada bentaratimur.id, Kamis (10/2/2022).

Senada, Koordinator Divisi Advokasi IJTI Sultra, Mukhtaruddin menambahkan  menghalang-halangi kerja jurnalis merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers, serta dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ketentuan pidana ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana paling lama 2 tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

Menyusul kasus ini, pimpinan harus tegas memberikan sanksi kepada para anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat.

Mukhtaruddin mengatakan , AJI Kendari dan IJTI Sultra menyampaikan turut prihatin atas peristiwa ini dan berharap tidak terulang.

“Kami juga mengimbau para pewarta selalu berhati-hati dan selalu taat pada kode etik dalam menjalankan tugas jurnalistik di lapangan,” katanya.

Atas peristiwa itu, AJI Kendari dan IJTI Sultra mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oknum Satpol PP dan oknum polisi di Rujab Gubernur terhadap jurnalis.

Kemudian, mendesak Gubernur Sultra dan Kapolda Sultra untuk memberikan sanksi kepada anak buahnya yang melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis.

Selain itu, AJI Kendari dan IJTI Sultra mendorong korban untuk melaporkan peristiwa ini ke polisi. Sebab, tindakan oknum tersebut melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 18 Ayat (1).

AJI Kendari dan IJTI Sultra juga mengimbau kepada jurnalis tetap menaati kode etik dan keselamatan dalam melakukan peliputan serta meminta kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalis di lapangan karena diatur dalam undang-undang.

Sebelumnya diberitakan, jurnalis JPNN La Ode Muhammad Deden Saputra menjadi korban kekerasan oknum polisi dan oknum Satpol PP saat meliput demostrasi mahasiswa yang menolak anak Gubernur Sultra Ali Mazi, Alvian Taufan Putra menjadi  HIPMI Sultra yang berlangsung di depan Rujab Gubernur Sultra.

Deden menceritakan, awalnya demonstrasi berjalan tertib. Tiba-tiba suasana memanas ketika massa membakar ban bekas. Satpol PP dan polisi bertindak tegas, mencoba merampas ban dari kerumunan massa hingga berujung bentrok.

Deden bilang, pada situasi itu, seorang anggota Satpol PP bernama La Ode Boner mendadak memukul tangannya. Sehingga menyebabkan smartphone yang digunakan untuk meliput terlepas dari genggaman dan jatuh ke aspal.

Oknum Satpol PP keberatan melihat jurnalis fokus meliput anggota Satpol PP yang mengamuk di tengah kerumunan massa.

“Dari tindakan kekerasan itu, rekan-rekan jurnalis lain menerikan kata ‘wartawan itu, wartawan itu’ sambil berusaha melerai, mencegah kekerasan berlanjut,” ujar Deden.

Mengetahui Deden adalah wartawan, oknum Satpol PP La Ode Boner mundur dan menjauhi keributan.

Kemudian ada empat polisi yang emosi datang berusaha menganiaya Deden sambil mengeluarkan nada gertakan. Namun beberapa rekan jurnalis lain berusaha melerai ke empat polisi tersebut.

Deden mengagakan, empat polisi itu, dua diantaranya Briptu Dandy dan Bripda Zakir. Nama oknum polisi itu sebagaimana yang ada dalam dokumentasi rekaman video jurnalis lain. Sementara dua lainnya tidak diketahui identitasnya.

“Dari tindakan kekerasan ini, alat peliputan saya berupa smartphone rusak dan kacamata saya pecah. Sementara kondisi psikis saya masih shock berat,” kata Deden.

Reporter : (rmh)