ICW Sebut 61 Persen Anggota DPR RI 2024-2029 Merupakan Politisi Pebisnis

Foto : Jamal Ramadhan/Kumparan

Kendari. Bentara Timur – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut anggota DPR 2024-2029 yang baru dilantik ini, didominasi politisi pebisnis.

Hasil penelusuran ICW menunjukkan bahwa 354 dari 580 anggota DPR, atau sekitar 61%, memiliki latar belakang dalam sektor bisnis. Temuan ini memunculkan kekhawatiran terkait potensi konflik kepentingan antara kepentingan privat dan publik di lembaga legislatif.

Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, menyatakan, dengan besarnya dominas politisi pebisnis di parlemen menjadi tantangan serius bagi demokrasi Indonesia

“Dominasi politisi-pebisnis di DPR dapat menciptakan situasi di mana kepentingan pribadi lebih diutamakan dibandingkan kepentingan publik. Ini merupakan tantangan serius bagi demokrasi kita,” jelasnya dalam acara diskusi publik yang digelar ICW dengan tajuk “Bayang-bayang Politisi Pebisnis dalam Komposisi Dewan Perwakilan Rakyat 2024-2029 yang digelar ada awal bulan Oktober 2024 secara daring.

Defbry Margiansyah, Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, menambahkan, biaya politik yang tinggi mendorong kandidat untuk berkompromi dengan kepentingan oligarki.

“Tanpa regulasi yang ketat, kita akan terus melihat praktik politik transaksional yang merugikan masyarakat,”tambahnya.

Alfian Putra Abdi, jurnalis dari Project Multatuli, menggarisbawahi bahwa ketidakpuasan publik terhadap DPR sudah lama ada.

“Percepatannya pembahasan RUU yang kontroversial, seperti RUU Ibu Kota dan RUU Cipta Kerja, menunjukkan bahwa DPR lebih mendengarkan suara elit ketimbang masyarakat. Ini berbahaya bagi masa depan demokrasi,” ujarnya.

ICW juga mencatat bahwa sejak 2004, terdapat 76 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR, mencerminkan masalah sistemik di lembaga legislatif. Untuk itu, ICW mengusulkan beberapa rekomendasi penting antara lain penerapan mekanisme konflik kepentingan dimana setiap anggota DPR harus mematuhi Kode Etik yang ketat untuk mencegah konflik kepentingan.

Selanjutnya Penguatan kelembagaan partai politik melalui kaderisasi yang lebih demokratis dan independensi sumber pembiayaan politik agar tidak bergantung pada pendonor besar.  Berikutnya reformasi pendanaan politik yang  perlu diatur agar lebih transparan dan terjangkau, mengurangi ketergantungan pada politik transaksional.

Diperlukan undang-undang atau paket regulasi komprehensif untuk menangani konflik kepentingan di jabatan publik. Tambahan lainya masyarakat  diharapkan untuk lebih aktif dalam mengawasi kinerja anggota DPR dan proses legislasi, agar tidak terjadi penyimpangan dari kepentingan publik.

Dengan dominasi politisi-pebisnis di DPR mendatang, tantangan untuk mencapai integritas dan akuntabilitas di lembaga legislatif semakin mendesak. Diskusi ini menegaskan pentingnya langkah konkret dalam memperbaiki kondisi politik di Indonesia dan memastikan bahwa kepentingan publik tetap diutamakan.

Penulis : Rosniawanti