Keponakan Gubernur Sultra Dapat Asimilasi, Publik Tanyakan Prosedur Hukum

Kendari. Bentara Timur – Andi Ardiansyah, Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) sekaligus keponakan Gubernur Sulawesi Tenggara Andi Sumangerukka, mendapat program asimilasi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Sultra. Program ini memungkinkannya menjalani sisa masa hukuman di luar lembaga pemasyarakatan, setelah dinilai memenuhi syarat administratif dan substantif.

Andi divonis empat tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari dalam kasus korupsi pertambangan ore nikel ilegal di wilayah izin usaha PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara. Kasusnya mencuat karena keterlibatan perusahaan miliknya dalam praktik pemalsuan dokumen dikenal sebagai “dokumen terbang”  yang digunakan untuk menjual nikel ke smelter di Morosi dan Morowali dengan perusahaan PT Lawu Agung Mining (LAM) dengan total kerugian negara sekitar Rp 45 miliar. Kasus korupsi pertambangan ilegal ini menyeret sejumlah pengusaha tambang dan pejabat di Kementerian ESDM.

Pemberian asimilasi ini menarik perhatian publik karena status Andi Ardiansyah sebagai keluarga pejabat tinggi daerah dan adik dari Ketua DPD Partai Gerindra Sultra, Andi Ady Askar. Banyak pihak mempertanyakan apakah proses pemberian asimilasi benar-benar dilakukan secara objektif.

Kejati Sultra Tahan Satu Tersangka Kasus Korupsi Pertambangan Nikel PT. Antam

Tersangkut Korupsi, Kejati Sultra Tahan GM PT. Antam

Kerugian sampai Rp 300 T, Walhi Minta Prabowo Bongkar 1.063 Tambang Ilegal

Menanggapi isu tersebut, Kepala Kantor Wilayah Ditjenpas Sultra, Sulardi, menegaskan bahwa pemberian asimilasi kepada Andi sudah sesuai prosedur. Ia menyebut bahwa masa hukuman dihitung dari awal penahanan, yakni sejak 17 Juli 2023. Adapun vonis pengadilan pada 6 Juni 2024 menjatuhkan Andi Ardiansyah selama 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta rupaih

“Asimilasi diberikan berdasarkan pemenuhan syarat administratif dan substantif. Tidak ada campur tangan pihak mana pun. Jadi kalau secara faktual penahanan memang sudah bisa mendapat asimilasi.  Ini murni proses hukum,” kata Sulardi saat dikonfirmasi  Selasa (3/6/2025)

Menurut Sulardi, keputusan asimilasi terhadap Andi Ardiansyah telah diterbitkan pada akhir April 2024 lalu, setelah prosesnya disidangkan baik di pengadilan maupun internal Ditjenpas.

Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022, asimilasi merupakan bentuk pembinaan narapidana yang memungkinkan mereka menjalani sisa pidana di luar lapas, dengan ketentuan membaur di masyarakat dan tetap berada dalam pengawasan.

Tak hanya Andi, Ditjenpas Sultra juga mengeluarkan surat keputusan asimilasi terhadap dua terpidana korupsi lainnya. Mereka adalah La Ode Gomberto dan Agus.

Pemuda Asal Konawe Tewas Diamuk Massa di Morowali

La Ode Gomberto, yang menjabat Ketua DPC Gerindra Kabupaten Muna, divonis atas kasus suap dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun anggaran 2021–2022. Ia terbukti menyuap eks Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Ardian Noervianto, sebesar Rp 2,4 miliar untuk meloloskan dana PEN Kabupaten Muna. Dalam kasus ini, ia divonis bersama mantan Bupati Muna, La Ode Rusman Emba.

Sementara Agus, seorang pengusaha tambang dari PT Vimi Kembar Grup (VKG), juga menerima asimilasi. Ia tersangkut kasus pemalsuan dokumen PT Antam di Blok Mandiodo, kasus yang sama  yang menjerat Andi Ardiansyah.

Meski sudah mendapat asimilasi, publik menyoroti urgensi peninjauan ulang terhadap mekanisme pemberian pembinaan bagi narapidana kasus korupsi. Di tengah tuntutan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat penegakan hukum di sektor energi dan sumber daya mineral, keputusan-keputusan seperti ini dinilai bisa merusak kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Penulis : Rosnia