Komeng Masuk Parlemen: Bukti Efektifnya Strategi Komedi di Dunia Politik

Ilustrasi Komeng: mojok.co

Hadirnya komedian ternama Indonesia, Alfiansyah atau yang dikenal publik sebagai Komeng, sebagai salah satu kandidat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Jawa Barat pada kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sempat menyita perhatian publik.

Berpose dengan gaya nyelenehnya yang khas, foto yang ia gunakan dalam surat suara sukses mencuri perhatian bahkan meraih dukungan masyarakat. Berdasarkan hasil real countKomisi Pemilihan Umum (KPU) hingga 22 Februari 2024 suara yang berhasil diperoleh Komeng adalah sejumlah 2.013.135 suara (20,04% dari total jumlah suara DPD yang sudah masuk, yaitu sebesar 60,57%).

Sontak situasi politik yang didominasi oleh ketegangan dan perdebatan antara kelompok-kelompok dengan pandangan politik yang berbeda berubah menjadi hiburan.

Pergeseran citra politik

Sosok Komeng sebagai salah satu calon wakil rakyat ini berbeda dari promosi politik konvensional. Saat calon wakil rakyat lainnya menggunakan berbagai strategi untuk membuat personal branding diri mereka melalui berbagai promosi kampanye, mulai dari membangun citra di media sosial, kampanye door-to-doorhingga pemasangan baliho, Komeng membawa nuansa baru dalam branding politik.

Citra Komeng sebagai komedian telah melekat sejak lama dan secara tidak langsung menjadi identitas sosial dirinya. Karakteristik Komeng yang humoris memberikan sebuah stimulus afektif terhadap para pemilih yang kemudian melahirkan interaksi positif. Dampak positifnya adalah meningkatnya hubungan sosial di antara Komeng, dalam kapasitasnya sebagai calon wakil rakyat, dan masyarakat.

Foto Komeng di surat suara, misalnya, menjadi salah satu aspek yang tidak hanya menciptakan kegembiraan pesta politik ini, tetapi juga berhasil merangsang keterlibatan emosional dari pemilih. Viralnya foto Komeng ini secara tidak langsung berhasil mengubah persepsi masyarakat terhadap citra tradisional politikyang kerap dianggap kaku dan serius.

Komeng telah menghadirkan panggung entertainment politics(politik hiburan) di tengah persaingan politik yang sengit. Konsep politik hiburan, yang menonjolkan keceriaan di tengah ketegangan politik semacam itu, mampu menciptakan resonansi emosional-bahkan menciptakan hubungan emosional yang kuat di kalangan pemilih, meraih simpati publik, dan pastinya membuat Komeng mampu menunjukkan eksistensi diri di bursa politik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, dalam pendekatan entertainment politics, penggunaan humor bisa menjadi cara yang sangat persuasif untuk menyampaikan pesan yang menarik perhatian, meningkatkan daya ingat, dan memobilisasi emosi audiens.

Dalam era modern ini, dunia politik memang mengalami perubahan dinamis, termasuk dalam hal cara politikus membangun citra mereka di mata masyarakat.

Kemampuan untuk mengelola citra dan kehadiran publik kini menjadi kunci sukses dalam arena politik. Politikus tidak hanya diukur pada keahlian retorika atau penampilan fisik semata, tetapi pada citra yang dianggap autentik di mata masyarakat.

Calon presiden (capres) Prabowo Subianto, misalnya, yang sebelumnya terkenal dengan citra serius, kini dikenal dengan citra “gemoy” (imut menggemaskan), menciptakan kesan yang lebih akrab dan terhubung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Ada pula gaya kampanye calon wakil presiden Muhaimin Iskandar yang dikenal dengan “Slepet Imin” dan strategi capres Anies Baswedan dalam membuka sebuah ruang demokrasi yang partisipatif bernama “Desak Anies”. Cara-cara semacam itu telah mengubah citra kampanye politik menjadi lebih terbuka bagi masyarakat.

Komedi dalam politik

Komedi ternyata telah menjadi senjata ampuh dalam mengubah proses politik yang sengit menjadi hiburan sejak lama. Firaun Mesir dan Kaisar Cina, contohnya, telah menggunakan pelawak untuk berperan menjaga stabilitas di istana, sambil tetap memperkuat kendali politik. Ini menunjukkan adanya keterkaitan antara politik dan komedi.

Penelitian pun menunjukkan bahwa komedi tidak hanya berkembang di pasar hiburan tetapi juga memainkan peran strategis dalam berbagai isu, termasuk isu politik.

Melalui seni komedi, proses politik yang sengit dapat diubah menjadi panggung interaktif yang memperkuat hubungan antara penguasa dan rakyat serta mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu yang dihadapi oleh suatu kelompok masyarakat.

Taktik komedi ternyata dapat menjadi alat efektif untuk memenangkan hati masyarakat. Ini karena hal-hal yang dikemas melalui komedi biasanya mendapatkan respons positif dari publik dan dianggap menyenangkan. Dengan adanya gebrakan komedi, politik tidak lagi dianggap sebagai urusan yang membosankan, tetapi menjadi arena yang memberikan keceriaan. Ini bisa berdampak positif, karena bisa membuat masyarakat lebih sadar dengan proses politik dan terbuka akan pentingnya perbaikan dalam hal kebijakan, terlepas siapapun pemimpinnya nanti.

Bukan dagelan semata

Kehadiran Komeng di panggung politik bukan sekadar hiburan, tetapi juga menciptakan momentum yang membangun kesadaran pada sistem politik di Indonesia yang layaknya dagelan saja.

Makna dagelan menjadi ungkapan sindiran terhadap situasi politik yang seringkali dianggap sebagai pertunjukan atau sandiwara yang tidak serius. Namun, kita perlu merefleksikan bahwa tetaplah penting untuk memastikan bahwa esensi dari fungsi politik tetap menjadi fokus utama, dan tidak boleh terpinggirkan oleh efek-efek hiburan semata.

Komeng tidak hanya menciptakan keberbedaan dalam pendekatan kampanye politik, tetapi juga memberikan pelajaran berharga mengenai kekuatan dan daya tarik komunikasi yang bersifat positif.

Viralitas majunya Komeng menjadi wakil rakyat dengan menampilkan persona yang familiar bagi pemilih menunjukkan mere effect, yakni fenomena psikologis yang lekat dengan efek familiaritas yang menghidupkan suasana akrab. Foto yang ditampilkan Komeng adalah contoh persona yang jauh dari standar formalitas politik.

Dengan memilih taktik komedi, Komeng memberikan contoh bahwa politik tidak selalu harus diwarnai oleh praktik-praktik yang merugikan, seperti money politic, dan justru dapat menciptakan atmosfer yang lebih inklusif-masyarakat tidak hanya menjadi penonton pasif.

Hal ini dapat mendorong adanya redefinisi makna keberhasilan dalam arena politik. Penggunaan pendekatan komedi dapat diiringi dengan pendekatan yang mencerminkan nilai-nilai moral dan integritas, serta menggugah partisipasi masyarakat secara lebih aktif.

 

Artikel ini pertamakali terbit di The Conversation