Kendari. Bentara Timur – Tiga warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), penolak tambang ditangkap aparat kepolisian dari Polda Sultra, Senin (24/1/2021), sekira pukul 13.30 WITa.
Ketiga warga itu adalah La Dani alias Anwar, Hurlan, dan Hastoma. Anwar dan Hastoma ditangkap di kebun milik mereka, ketika tengah makan siang. Sementara Hurlan ditangkap di rumahnya.
Divisi Hukum dan Advokasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil menyanyangkan aksi penangkapan tersebut. Menurutnya, penangkapan terhadap tiga orang itu, patut diduga sebagai bentuk arogansi korporasi tambang yang rakus dan aparat kepolisian yang lebih sering tampil sebagai centeng oligarki.
“Hingga saat ini, belum diketahui penyebab ketiga warga pulau kecil Wawonii itu ditangkap. Menurut keterangan warga, ketiganya tengah dalam perjalanan laut, menggunakan speedboat polisi, menuju kantor Polda Sultra di Kendari,” ujar Jamil kepada media ini, Senin (24/1/2022).
Jamil bilang, ketiga warga yang ditangkap itu merupakan bagian dari barisan warga penolak tambang di pulau Wawonii. Dimana warga yang sebagian besar menggantungkan perekonomian pada sektor pertanian/perkebunan dan laut, menentang rencana penambangan nikel oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group.
Keteguhan warga dalam melakukan penolakan atas tambang nikel itu, berujung pada ancaman, intimidasi, dan kriminalisasi. Hingga pada 2019 lalu sebanyak 28 warga dilaporkan ke polisi oleh pihak perusahaan.
Jamil mendapati, tuduhan yang dialamatkan ke warga pun macam-macam dan cenderung mengada-ada, mulai dari dugaan menghalang-halangi aktivitas perusahaan tambang, dugaan merampas kemerdekaan terhadap seseorang, tuduhan pengancaman, dan tuduhan penganiayaan.
“Anwar, Hastoma, dan Hurlan, yang ditangkap polisi pada hari ini, Senin (24/01/22), termasuk ke dalam 28 warga yang sebelumnya telah dilaporkan ke polisi pada 23 Agustus 2019 lalu,” katanya.
Tuduhan yang dialamatkan kepada ketiganya saat itu, adalah terkait dugaan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 333 KUHP.
Katanya, penangkapan terhadap warga penolak tambang itu, patut dibaca sebagai upaya negara melalui institusi kepolisian dan korporasi untuk menekan resistensi warga, sehingga rencana investasi penambangan dapat berjalan mulus.
Jamil melihat, dugaan tersebut semakin kuat, mengingat aparat kepolisian cenderung bersekongkol dengan korporasi yang melakukan tindak kejahatan lingkungan dan melanggar hak asasi manusia. Dalam kaitan dengan PT GKP, misalnya, pada 2019 lalu, pihak perusahaan melakukan penerobosan lahan-lahan milik warga.
“Pertama, pada Selasa, 9 Juli 2019, sekitar Pukul 11.00 Wita, PT GKP menerobos lahan milik Ibu Marwah. Kedua, pada Selasa, 16 Juli 2019, sekitar Pukul 15.00 di lahan milik Idris. Ketiga, pada Kamis, 22 Agustus 2019, tengah malam, kembali menerobos lahan milik Amin, Wa Ana, dan (Alm) Labaa,” rinci Jamil.
Menurut Jamil, penerobosan lahan warga yang berulang itu dan berakibat pada rusaknya tanaman jambu mete, kelapa, pala, cengkeh, dan tanaman lainnya justru dikawal ketat aparat kepolisian.
Adapun laporan warga, lanjutnya, kepada pihak kepolisian terkait penerobosan lahan milik masyarakat oleh PT GKP itu tak kunjung diproses, semua mengendap begitu saja.
“Salah satu warga Konawe Kepulauan atas nama Idris, misalnya, melaporkan PT GKP ke Polres Kendari pada Rabu, 14 Agustus 2019. Idris melapor ke polisi karena lahan dan tanamannya dirusak PT GKP pada Selasa, 16 Juli 2019,” jelas Jamil.
Atas dasar itu, koalisi masyarakat sipil itu mendesak Polda Sultra untuk membebaskan La Dani (Anwar), Hurlan, dan Hastomo. Selain itu, mereka juga mendesak Kapolri untuk menghentikan segala bentuk upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang menolak aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii.
Kemudian mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menjalankan amanat pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Polda Sultra Sebut Tiga Warga yang Ditangkap Bukan Penolak Tambang
Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sultra, Kombes Pol Bambang Wijanarko membenarkan ada tiga warga Wawonii yang diamankan di Polda Sultra.
Kata dia, tiga warga yang diamankan itu bukan dalam perkara penolakan tambang tetapi murni karena kasus tindak pidana yang pernah dilaporkan pada 24 Agustus 2019 lalu. Isi dalam laporan itu terkait tindakan penyenderaaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok orang termasuk tiga warga diamankan tersebut.
“Jadi ini bukan kasus penolakan tambang yang kemudian mereka ditangkap. Ini murni pidana karena memang ada laporan sebelumnya dengan nomor LP/ 423/ VIII / 2019/ SPKT Polda Sultra, tanggal 24 agustus 2019, terkait penyanderaan sejumlah karyawan salah satu perusahaan tambang di Konkep,” ujar Bambang, saat ditemui di kantornya Selasa (25/1/2022).
Bambang bilang, ketiga orang yang diamankan itu, ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat dalam tindakan penyenderaan dan penganiayaan terhadap beberapa karyawan yang sedang bekerja di Desa Sukarela, Kecamaan Wawonii Tenggara, Konkep.
“Awalnya 10 karyawan perusahaan sedang bekerja menjaga alat berat di lokasi IPPKH perusahaan PT GKP di Desa Sukarela yang sedang parkir. Tiba-tiba muncul beberapa orang termasuk tiga pelaku tadi membawa massa. Mereka meminta untuk seluruh alat berat yang sedang parkir di lokasi tersebut. Namun karyawan menolak, sehingga sekelompok warga termasuk pelaku langsung menyandera dan mengikat karyawan tersebut di sebuah pohon,” jelasnya.
Bambang menuturkan, beberapa karyawan mengalami tindakan penganiayaan oleh beberapa orang yang ikut dalam aksi itu. Bahkan para korban (karyawan) juga sempat dipindahkan ke tempatkan ke dibawah terik matahari.
Tidak hanya itu, beberapa terduga pelaku juga mengambil handphone milik karyawan lalu menghapus semua foto dan video pada saat kejadian. Ada juga dompet milik seorang kayawan yang diambil oleh rekan pelaku berisi uang tunai, ATM. Beberapa pelaku juga berusaha memprovokasi warga.
“Jadi perlu saya tegaskan bahwa Polda Sultra tidak melakukan penegakan hukum terhadap warga penolak tambang, namun Polda Sultra melakukan penegakan hukum atas perbuatan pidana yang dilakukan tiga pelaku berinisial AD dan dua rekannya. Dimana tindak pidana dimaksud, melakukan penyekapan atau penyanderaan terhadap para korban sebagaimana saya jelaskan di atas,” tegas Bambang.
Reporter : (rmh)