Hedasena, Tradisi Peningkatan Imun Masyarakat Liya Wakatobi

Prosesi Hedasena tradisi masyarakat adat Liya, Wakatobi. Foto: Riza Salman

Wa Ode Muhi (55) dibantu beberapa ibu rumah tangga lainnya sibuk mempersiapkan kelengkapan Hedasena di dapur rumah milik seorang warga di Jalan Jenderal Sudirman, Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Kamis pagi (11/6/2021). Perempuan lansia ini adalah seorang perangkat adat komunitas masyarakat Liya yang bertugas memimpin proses Hedasena mulai tahap persiapan hingga selesai.

Hedasena adalah ritual pengobatan kepada bayi dan ibu yang melahirkannya. Tradisi ini hanya berlaku kepada anak turunan masyarakat komunitas Liya. Masyarakat adat ini secara turun temurun bermukim di kawasan benteng Liya Togo dan sekitarnya, situs bersejarah yang berada di daerah ketinggian 50 mdpl (meter dari permukaan laut) wilayah pegunungan selatan Pulau Wangi-wangi.

Prosesi tradisi Hedasena Liya Wakatobi. Foto: Riza Salman

Muhi mengatur berbagai hasil bumi dan tangkapan ikan di laut di kemas dan atur atur sedemikian rupa—siap saji dengan cara tradisional. Semua bahan dan kelengkapan prosesi acara terbuat dari bahan alami. “Ini kebiasaan kami, supaya anak-anak sehat. Kadang-kadang anak-anak sakit” jelas Muhi, sambil mempersiapkan kelengkapan lain yang akan digunakan selama proses Hedasena berlangsung setelah waktu shalat Ashar setempat.

Matahari telah jatuh ke ufuk barat memasuki sore hari. Prosesi Hedasena berlangsung dengan rangkaian: rombongan para perempuan tua dan muda mengawal sang ibu bayi mengitari rumah beberapa kali­­­­­­­­­­­­­—menggembirakan bayi—ritual pengobatan. Mulut Muhi nyaris tak berhenti berkomat-kamit di hampir setiap rangkaian prosesi tersebut. Ia membaca mantra yang tidak lain doa untuk melindungi ibu dan anak dari serangan berbagai penyakit kelak. Usai mengitari rumah beberapa kali, barisan perempuan tua-muda yang mengenakan sarung tradisional saling berurutan melontarkan kata bakaleke berulang-ulang di hadapan wajah anak bayi dan balita yang berada dalam gendongan ibunya.

Bakaleke..bakalekeee..bakalekeee

Bakaleke serupa dengan kata cilukba dalam bahasa Indonesia. Cilukba merupakan permainan anak kecil dengan cara menutup dan membuka mata dengan telapak tangan.

Setiap kata bakaleke terucap, si bayi semakin tertawa menjadi-jadi. Membuat siapa saja yang melihat ekspresi keceriaan itu menjadi gemas. Larut dalam suasana riang gembira. Ibu mana yang tak haru melihat orang-orang disekitarnya menumpahkan kasih sayang kepada momongannya?

Seperti itulah perasaan yang dialami Nurfatimah (29) saat menjalan prosesi adat Hedasena di Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Di hari itu Nurfatimah tidak sendiri menjalani prosesi pengobatan tradisional ini. Seorang sanak keluarganya yang baru beberapa bulan melahirkan, turut serta serta dalam perlehatan sederhana lingkup kekeluargaan di tengah pandemi Covid-19.

Kearifan lokal tradisi Hedasena merupakan warisan kebudayaan yang sangat bermanfaat terhadap ibu dan anak. Permainan bakaleke atau cilukba contohnya, seperti yang dikutip dalam The Asian Parent. Beberapa peneliti tentang masa pertumbuhan anak, permainan cilukba ternyara memiliki manfaat terhadap tumbuh kembang bayi.

Prosesi Hedasena tradisi masyarakat Wakatobi. Foto: Riza Salman

Parents bonding atau ikatan kemesraan dan kasih sayang antara ibu dan anak terbangun saat bermain cilukba. Dari hubungan erat ini, bayi menyebabkan anak rasa lebih selamat dan dilindungi, serta mempunyai harga diri yang lebih positif. Permainan ini tidak hanya bisa dimainkan orang tua. Sanak keluarga usia usia dewasa dan anak-anak bisa ikut bermain. Keterlibatan orang lain membuat bayi belajar untuk sosialisasi dan beradaptasi dengan kehadiran orang baru. Cilukba juga bermanfaat mengurangi risiko kecemasan ketika anak mulai tumbuh dewasa, dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak, membangun keterampilan awal matematika. Selain itu dapat merangsang kepekaaan humor bayi. Humor merupakan cara alami tubuh yang dapat meningkatkan imunitas tubuh.

Nurfatimah kini lega telah melewati prosesi adat yang sederhana. Kesenangan teprancar dari wajahnya yang berseri-seri sembari menidurkan anaknya yang lelah—tertidur lelap dipangkuannya. “Saya harapkan kesehatan, umur panjang dan dijauhkan dari marabahaya. Utamanya tetap sehat di masa Corona” kata Nurfatimah sumringah.

 

Reporter: Riza Salman