Keindahan Memikat Tenun Masalili

Pengrajin Tenun Masalili. Foto: Istimewa

Pigura bergambarkan foto Presiden Joko Widodo mengenakan tenun, bergantung di dinding ruang tamu rumah Sitti Erni (47) Warga Desa Masalili.

Tenun yang dikenakan Jokowi bernuansa hijau muda itu ia kenakan saat peringatan Hari Pers Nasional 2022 bermotif robu alias tunas bambu muda atau rebung dengan ornamen bintang adalah tenun Masalili.

“ Ketika diberi tahu oleh pihak Dinas Pariwisata, saya awalnya tidak percaya. Masa iya, tenun dari Masalili dipakai Presiden? Tapi saat melihat langsung, saya terharu dan menangis. Saya bangga karena hasil tenunan saya bisa dipakai oleh Presiden,” ujar Sitti Erni bercerita kepada Bentara Timur, mengenai kain tenun yang dipakai Jokowi pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang dihelat di Kendari.

Presiden Joko Widodo mengenakan Tenun Masalili pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022. Foto : Istimewa

Tenun Masalili memiliki warna  terang yang memikat seperti merah, kuning, orange, ungu dan hitam, mempunyai beragam motif yang terinspirasi dari alam di Pulau Muna. Ada motif dasar yang diwariskan secara turun temurun seperti motif botu dan motif samasili yang terinspirasi dari lingkungan sekitar. Juga ada  motif hasil kreasi baru yang yang dikembangkan berdasarkan motif lama seperti motif Pokandua yang terinspirasi dari permainan tradisional anak lempar batu dan motif leko seperti keris khas masyarakat Muna.

Nama tenun Masalili sebenarnya merujuk pada satu desa di Pulau Muna yang terletak di Desa Masalili, berada di Kecamatan Kontunaga, atau 8 kilometer dari ibu kota kabupaten. Desa ini memang merupakan sentra kerajinan tenun, hampir semua warga perempuan di sana terampil menenun.

Ada sekitar 400 perempuan piawai menenun. Erni sendiri pandai menenun sejak remaja. Kala itu ia sering melihat ibunya menata lembaran-lembaran benang dipintal pada katai alat tenun berbahan kayu.

Sitti Erni mengatakan, bagi para perempuan di desanya yang menenun mendapatkan manfaat ekonomi yang menjanjikan. Permintaan kain tenun cukup banyak. Setiap bulan Sitti Erni bersama kelompoknya bisa menghasilkan 30 hingga 40 lembar kain dengan motif sederhana.

“Kirim berbagai pameran, juga menjual melalui toko oleh-oleh, Dekranasda, dan bekerja sama dengan desainer terkenal seperti Itang Yunasz, Denny Wirawan, Didiet Maulana, hingga Defrico Audy. Mereka sering memesan kain perpaduan motif lama dan baru yang bisa diterima pasar luas” jelas Sitti Erni .

Menurut perempuan 4 anak ini, tenun Masalili kini semakin dikenal. Padahal dulu amat sulit memasarkan kain tenun ini karena hanya digunakan untuk keperluan acara adat. Namun kini tenun menjadi lebih populer dan banyak dicari. Terutama tenun dengan pewarna alami, seperti kunyit untuk kuning, daun mangga untuk hijau lime, dan daun jati untuk merah.

Sitti Erni menjelaskan harga tenun di jual di kisaran harga Rp 300 ribu per lembarnya dan bisa mencapai jutaan jika coraknya lebih rumit.  Namun begitu Sitti Erni mengaku juga menghadapi tantangan, salah dua soal kendala produksi, ia bersama kelompoknya kerap tidak mampu memproduksi kain tenun dalam jumlah banyak dengan waktu singkat.

Di Masalili pengrajin menenun dengan dua teknik dilakukan secara manual menggunakan katai dan mesin ATBM. Jika menenun dilakukan secara manual, menurut Sitti Erni pengerjaanya bisa seminggu sampai 10 hari namun bisa lebih lama tergantung tingkat kerumitan, sementara produksi menggunakan ATBM bisa mencapai 6 lembar kain dalam waktu singkat.

Warisan Budaya yang Mendunia

Tenun Masalili adalah warisan budaya masyarakat Pulau Muna yang masih terus dilestarikan oleh para perempuan di Desa Masalili.

Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menganggap tenun Masalili sebagai produk ekonomi kreatif yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan  khususnya para pengrajin di Muna.

Upaya promosi  dan meningkatkan popularitas dilakukan melalui berbagai event seperti Indonesia Fashion Week dan pameran internasional lainya. Dalam mempromosikan tenun Masalili, kolaborasi dengan sejumlah desainer  dilakukan. Dispar menggandeng desainer lokal dan nasional untuk memanfaatkan tenun Masalili sebagai bahan baku industri fesyen yang diolah menjadi pakaian modern untuk ditampilkan di peragaan busana seperti Indonesia Fashion Week.

Sitti Erni (47) sedang menenun di beranda rumahya di Desa Masalili Kabupaten Muna. Foto: Dokumentasi Pribadi Sitti Erni untuk Bentara Timur.

Kepala Dinas Pariwisata Sultra, Belli Tombili mengatakan dengan ciri khas warnanya yang cerah, pola motif yang unik serta penggunaan bahan alami yang ramah lingkungan tenun Masalili mampu menarik desainer terkemuka dan membuatnya menjadi produk fesyen modern berkualitas tinggi.

“Tenun masalili memiliki kekuatan pada keaslian dan nilai filosofinya, mulai dari motif warga hingga cara pembuatanya. Nilai-nilai inilah yang membuat tenun ini sangat relevan, apa lagi tren pasar hari ini konsumen menginginkan produk itu berbahan alami yang ramah lingkungan,” terang Belli saat diwawancarai melalui sambungan telepon medio November 2024 lalu.

Dispar juga berupaya memperkuat story telling terkait tenun masalili, pihaknya menegaskan pentingnya tetap mempertahankan keaslian dan nilai-nilai lokal di tengah tingginya permintaan pasar

Dispar Sultra juga berupaya memperkuat storytelling terkait tenun Masalili, termasuk makna filosofis dibalik motif dan proses pembuatannya yang menggunakan bahan alami. Melalui edukasi kepada pengrajin, kearifan lokal dan prinsip keberlanjutan terus dijaga agar produk ini tetap eksklusif dan bernilai tinggi.

Selain tenun masalili, Dispar Sultra juga mempromosikan beragam kain tenun khas daerah Sulawesi Tenggara melalui berbagai acara. Dengan kolaborasi yang melibatkan Dekranasda, komunitas pengrajin, pemerhati fesyen, serta lembaga lainnya, Sulawesi Tenggara ingin menunjukkan kekayaan warisan budayanya ke panggung yang lebih luas.

“Kami optimis bahwa dengan strategi promosi yang tepat, tenun Masalili akan semakin dikenal dan diminati, membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi para pengrajin serta masyarakat setempat,” tutup Belli.

Reporter : Rosniawanti