Di Kecamatan Masangka Timur, kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara terdapat satu pulau mungil nan eksotik yang wajib di kunjungi.
Warga setempat menamakannya Pulau Wantopi, pulau yang membentuk dari terbentuk dari endapan pasir. Sekilas, menyerupai tanggu alami yang melindungi pesisir dari terjangan ombak dikala musim angin barat melanda. Namun sebenarnya ini bukan sebenar-benarnya pulau, tetapi gugusan endapan pasir yang tersambung ke daratan karang.
Biru laut pulau wantopi seolah memaksa siapa saja yang berkunjung untuk berlama-lama, menghabiskan waktu hingga sore hari. Warga di sini ramah menyambut siapa saja yang datang.
Contohnya di siang hari ketika air laut mulai surut, saat tepat berburu kerang bersama warga. Dihamparan lamun perairan dangkal wantopi menjadi habitat kerang darah.
Kerang darah (Anadara granosa)adalah sejenis kerang yang dikonsumsi oleh masyarakat Asia timur dan Asia Tenggara. Disebut kerang darah karena menghasilkan hemeglobin dalam cairan merah yang dihasilkan.
Di permukaan air setinggi lutut orang dewasa, kerang darah terlihat jelas diantara tanaman rumput laut. Kerang ini hidup membenamkan diri dalam lumpur berpasir, di daerah yang mengalami siklus pasang surut.
Baca juga: Jejak Tsunami Flores 1992 Di Sulawesi Tenggara (1)
“Dari dulu kita disini kalau mau makan lauk tidak susah. Yang penting pake memang bedak dingin dan topi turun ke laut ambil-ambil kerang” kata Ina sambil tertawa tersipu malu. Ina merupakan sebutan lazim orang Buton terhadap perempuan lansia.
Keseruan terlibat berburu kerang bersama Ina, membuat sengatan panas matahari siang menjadi tak berarti. Satu demi satu tangkap kerang dikumpul ke dalam ember berukuran kecil, lalu ditampung ke dalam perahu yang ditarik-tarik menggunakan tali nilon.
Sebagian kecil dari hasil tangkapan kerang dimasak di atas perapian kayu. Disini tidak perlu repot-repot untuk meniup perapian agar api tetap memanasi periuk berisi air dan kerang. Hembusan angin laut terus bertiup stabil.
“kalau sudah mendidih-mendidih begini, sudah masak. Sudah bisa kita makan” kata Ina mempersilahkan makan dan menyodorkan Kasoami, salah satu panganan pokok khas orang Buton yang terbuat dari olahan ubi kayu.
Kerang darah memiliki tekstur lembu, kenyal dengan rasa yang manis dan berwarna merah muda. Kaya akan protein, zat besi, vitamin C, vitamin B12, seng dan asam lemak omega 3. Sangat baik untuk kesehatan. Wajar saja jika diusianya yang tua, tubuh Ina masih terlihat sehat karena tidak pernah kekurangan asupan protein hewani.
Siang itu terasa indah, jamuan sayur daun kelor melengkapi kelezatan santap siang. Saking nikmatnya, kuah kelor diseruput langsung dari mangkok tanpa menggunakan sendok makan. Sepertinya, ini satu-satunya cara terbaik menikmati makan lauk berkuah.
Dibalik keceriaan itu, Ina mengisahkan bagaimana situasi 29 tahun lalu sangat berbeda dengan sekarang. Dahulu Wantopi ramai dihuni masyarakat nelayan. Baik yang menetap beranak pinang, maupun yang hanya sekedar menjadikan persinggahan sementara-berlindung dari terpaan angin dimasa-masa mengais hasil laut.
Pada siang hari di pertengahan Desember 1992, hempasan gelombang tinggi yang bersumber dari gempa tektonik berkekuatan 7,8 skala richter mengguncang Laut Flores, menimbulkan gelombang besar hingga di perairan laut kepulauan Buton.
Terjangan gelombang tsunami yang tak bertuan menghanyutkan rumah-rumah non permanen milik warga dalam kegelapan malam. Gelombang tinggi hanya menyisakan satu bangunan mesjid permanen yang tetap berdiri kokoh. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Sementara di daratan yang tidak jauh dari titik gempa, di Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, gempa meruntuhkan ratusan bangunan. Dalam berbagai laporan resmi menyebutkan beberapa kampung pesisir tenggelam. Daratan ambles. Bahkan dalam hitungan menit, permukaan air laut naik membentuk gelombang tinggi menerjang wilayah pesisir.
Kejadian itu membuat mereka trauma sehingga lebih memilih hidup di kawasan pesisir terdekat. Dan sejak saat itu juga, Wantopi hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan sementara nelayan untuk berteduh, menambat perahu dan lokasi budi daya rumput laut.
Dalam berbagai laporan dan ramai di pemberitaan ketika itu, yang paling mengalami kerusakan paling parah terjadi di Teluk Maumere dan Teluk Hading di wilayah Larantuka. Daya rusak tsunami kian besar lantara gelombang masuk ke teluk yang menyempit. Dilaporkan tiga kampung di Flores Timur lenyap disapu gelombang.
Di Pulau Babi, yang terletak di utara Teluk Maumere dalam hitungan singkat berubah menjadi puing usai diguncang gempa. Di sini terdapat perkampungan orang Buton.
Semilir angin laut membuat tubuh dengan perut-perut kami yang kenyang akan protein jadi mengantuk. Tetapi tetapi bagi Ina, hembusan angin kering di siang bolong adalah mengenang masa kecil yang indah. Masa ketika ia, saudara dan orang tuanya menghuni Wantopi.
Reporter: Riza Salman