Kendari. Bentara Timur – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) nonaktif, Andi Merya Nur sebagai tersangka suap terkait pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Koltim Tahun 2021. Suap diberikan kepada petinggi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna membantu pencairan dana tersebut.
Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Bupati Koltim, Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Koltim, Anzarullah. Keduanya merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Koltim tahun 2021.
Andi Merya ditetapkan tersangka bersama mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar (LMSA).
Baca juga: Bupati Koltim Nonaktif Andi Merya Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi di Kendari
“KPK telah menemuka bukti permulaan yang cukup dan melanjutkan dengan melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka,” kata Deputi Penindakan dan Pencegahan KPK, Karyoto di kutip dari laman detik.com, Kamis (27/1/2022).
Perkara bermula saat Andi Merya menghubungi tersangka Laode M Syukur agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Koltim.
Baca juga: Penyuap Bupati Koltim Dituntut Dua Tahun Dua Bulan Penjara
Laode M Syukur kemudian mempertemukan Andi Merya dengan Ardian Noervianto di kantor Kemendagri pada Mei 2021, lalu. Dalam kesempatna itu, Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian Noervianto mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
Ardian diyakini meminta kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan mengajukan bayaran tiga persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman. Andi Merya lantas memenuhi keinginan tersebut.
“Tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA,” katanya.
Karyoto menjelaskan, uang Rp 2 miliar tersebut kemudian dibagi-bagi dimana tersangka Ardian menerima 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta. Sedangkan tersangka Laode Syukur menerima Rp 500 juta.
“KPK menduga tersangka MAN juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik,” katanya.
Andi Merya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Ardian dan Laode M Syukur terjerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Reporter : (rmh)