Kendari. Bentara Timur – Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia terjadi pada Juli-Agustus. Akan tetapi puncak musim di setiap zona musim berbeda-beda.
Juli-Agustus ini di Sulawesi Tenggara, mulai memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Sulawesi Tenggara (Sutra) Aris Yunatas menyebut, suhu panas sinar matahari menengarai perubahan musim pasca hujan memasuki kemarau, menurut prakiraan bakal berlangsung mulai Juli sampai Oktober.
“Setiap daerah memiliki kondisi topografi sama geografi berbeda-beda, tapi secara umum Sultra, Juli itu memasuki awal musim kemarau. Prakiraan kami sampai Oktober, karena Desember-Januari itu peralihan kembali dari kemarau ke musim hujan,” jelas Aris lewat sambungan telepon, saat dikonfirmasi medio Juli lalu.
Masyarakat lebih merasakan sengatan sinar panas dan gerah saat kemarau dipengaruhi peningkatan suhu udara akibat pemanasan matahari langsung seiring berkurangnya tutupan awan. Stasiun Meteorologi Maritim BMKG memantau suhu udara maksimum berada pada kisaran 19-23 derajat celcius.
Suhu panas di musim kemarau menuntut kesiagaan atas potensi terjadinya bencana hidrometeorologi kering seperti, kekeringan, kekurangan air bersih, kebakaran hutan dan lahan, hingga berimplikasi menimbulkan gangguan bagi kesehatan tubuh.
Bencana kekeringan terjadi karena pengaruh sejumlah faktor, antara lain sebab alami seperti pola cuaca, penguapan (evaropasi), curah hujan rendah dan suhu tinggi menyebabkan berkurangnya pasokan air di tanah, ataupun dampak aktivitas lain dari manusia. BMKG memperkirakan semua daerah di Sulawesi Tenggara masih rentan mengalami kekeringan di musim kemarau.
Kekeringan parah pernah melanda muka Bumi akibat fenomena El Nino memicu gelombang panas ekstrem global waktu setahun belakang. Kala itu, badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) dan lembaga Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) melaporkan tahun 2023 mencatat rekor menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah setelah mencapai suhu global melebihi rata-rata pra-industri antara 1850-1900, sebesar 2,43 derajat fahrenheit atau 1,35 derajat celcius.
Menurut analisa iklim NOAA, suhu panas 2023 merupakan suhu global tertinggi sejak 1850 mengalahkan tahun terpanas 2016 di atas selisih rekor 0,15 derajat celcius.
Di Indonesia, melansir CNBC, BMKG mencatat November 2023 menjadi bulan terpanas sepanjang tahun itu dengan suhu rata-rata mencapai 27,8 derajat celcius. Suhu panas ekstrem menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia, tak terkecuali Sulawesi Tenggara dilanda bencana kekeringan.
Oktober 2023, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menetapkan sembilan atau setengah dari total 17 kabupaten/kota di daerah ‘Bumi Anoa’ tersebut berstatus tanggap darurat kekeringan. Meliputi Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Konawe, Kolaka timur, Buton, Buton tengah, Buton Selatan, Muna, dan Bombana.
Masih di bulan yang sama, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Tenggara menempatkan tiga dari sembilan kabupaten/kota berada di status zona merah kekeringan antara lain, Kabupaten Bombana, Buton Tengah dan Buton.
Bencana kekeringan dampak perubahan iklim El Nino menyebabkan ribuan hektar lahan sawah dilanda krisis ketersediaan air, bahkan terparah lahan-lahan mengering sampai menghambat produktifitas tanaman padi. Muaranya, para petani meratapi sawahnya mengalami puso bahkan tak bisa dipanen.
Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Tenggara mendata sebanyak 824 hektar sawah gagal panen. Wilayah terluas terdera gagal panen berada di Bombana mencapai 90persen, selebihnya tersebar di sejumlah daerah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat luas panen padi 2023 di Sulawesi Tenggara mencapai 113,93 ribu hektare. Jumlah ini menunjukan penurunan hasil sebanyak 4,33 ribu hektare atau 3,66 persen dibanding luas panen 2022 sebesar 118,26 hektare. Sedangkan produksi beras 2023 untuk konsumsi pangan penduduk tercatat sebesar 275,31 ribu ton, hanya naik 0,26 ribu ton atau 0,09 persen dibanding produksi beras 2022 sebesar 275,06 ribu ton.
Imbas krisis air memaksa penduduk di Desa Lowu-lowu, Kabupaten Buton Tengah mesti rela bertaruh nyawa menyeberangi lautan asal memenuhi kebutuhan air bersih. Warga berjibaku mendayung sampan atau menumpangi ketinting bermesin tempel menempuh perjalanan selama 30 menit hingga 2 jam membawa wadah penampung air berupa jeriken dan ember plastik menuju sumber air berlokasi di kabupaten tetangga, Muna.
Namun, manakala sedang terjadi angin kencang di lautan, warga mengurungkan niat untuk menyeberang sebab cuaca buruk mengancam keselamatan jiwa. Membeli air tandon seharga Rp70 ribu atau naik sampai Rp100 ribu per tandon kala musim kemarau jadi alternatif warga mencukupi kebutuhan air bersih.
Melansir Detik, warga Bajo di Kabupaten Konawe mengandalkan sumur bor berminyak untuk mengatasi krisis air bersih. Warga menyaring air mengandung minyak menggunakan pasir laut dan busa setidaknya agar layak dipakai mandi dan mencuci pakaian. Sedangkan untuk memenuhi konsumsi, warga menunggu bantuan distribusi air bersih datang.
Krisis air turut berdampak pada aliran listrik di Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) wilayah Sulawesi bagian selatan (Sulbagsel) selaku induk jaringan pemasok daya listrik di Sulawesi Tenggara. Debit air drastis berkurang menyebabkan tegangan listrik melesu. Perusahaan Listrik Negara (PLN) cabang Sulawesi akhirnya terdesak harus memberlakukan pemadaman bergilir demi menghemat aliran listrik sekalian menjaga ketersediaan stok daya di pangkalan.
Buntut pemadaman listrik bergilir membuyarkan usaha warung kopi tempat Jaelani bekerja. Nyaris seluruh aktivitas usaha mengandalkan aliran listrik, sehingga perkakas elektronik penyedia minuman tak bisa berfungsi. Saban hari kurun waktu sepekan listrik padam berjam-jam hingga di waktu malam memaksa beberapa rencana kegiatan bazar mahasiswa di warung kopinya urung terlaksana akibat ketiadaan lampu penerang.
“Market warkop ini menargetkan pasar mahasiswa karena posisinya di depan kampus. Mayoritas mahasiswa mengadakan bazar malam hari, jadi kalau ada pemadaman listrik, warkop (jelas) sangat dirugikan. Biasa bazar tetap jalan dengan kondisi mati lampu,” ujar Jaelani di Kendari.
Setali tiga uang nasib para penjual minuman dingin di kawasan depan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari. Keseharian biasanya minuman dingin serupa jus kemasan saset aneka rasa laris diminati pembeli dominan mahasiswa-apalagi tatkala cuaca sedang panas. Minuman praktis pesanan pembeli diracik memakai mesin blender yang tak berdaya tanpa arus listrik.
Menghadapi kemarau 2024, PLN cabang Sulawesi menjaga pasokan listrik secara intensif diantaranya menambah kapasitas pembangkit di sistem kelistrikan wilayah Sulbagsel sebesar 130 MegaWatt. Kesediaan kapasitas pembangkit ditarget mampu mencukupi kebutuhan listrik bagi seluruh wilayah penerima suplai.
PLN cabang Sulawesi juga sedia menggunakan kembali Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di beberapa lokasi PLTA guna menambah volume air seperti dilakukan akhir tahun 2023 dalam upaya memitigasi prediksi BMKG menyangkut dampak El Nino 2024 supaya tidak memengaruhi pasokan daya listrik.
“Saat ini pasokan listrik di sistem Sulbagsel terbilang cukup, dan PLN lebih siap dalam menghadapi musim kemarau berkepanjangan,” ucap General Manager PLN UID Sulselrabar, Moch Andy Adchaminoerdin lewat keterangan tertulis diterima Rabu (31/7/2024).
Kepala BMKG Indonesia, Dwikorita Karnawati menjelaskan penyebab utama cuaca panas ekstrem pemicu kekeringan parah di sejumlah wilayah di Indonesia tahun 2023 dilatari tiga faktor pertama, adanya anomali iklim El Nino dipengaruhi suhu muka permukaan laut pasifik di ekuator bagian timur yang mengakibatkan minimnya pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
Penyebab kedua, adanya anomali iklim di Indian Ocean Dipole (IOD) positif di wilayah Samudera Hindia di ekuator bagian barat, yang ikut menyebabkan minimnya pembentukan awan hujan di Indonesia.
Sebab ketiga, cuaca panas dipengaruhi angin Muson Australia yang lebih kering menyebabkan suhu di Indonesia semakin panas dan terasa lebih menyengat.
Angin Muson Australia bertiup anual periode April-Oktober atau dikenal angin muson timur kembali bergerak di musim kemarau 2024 menuju Asia melintasi wilayah Indonesia yang secara letak geografis terhimpit di antara Benua Asia dan Australia.
Hembusan angin muson timur menghantarkan gelombang di lautan meningkat dari kondisi normal. BMKG Sulawesi Tenggara memprakirakan gelombang di lautan mencapai ketinggian antara 1,25 sampai 2,5 meter, terutama terjadi di kawasan perairan timur Sulawesi Tenggara.
Arah angin laut bertiup dari timur mengarah ke tenggara dalam kecepatan 10-25 Knots kata Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari, Sugeng Winarko menyebut kecepatan angin darat relatif lebih rendah ketimbang angin laut karena dipengaruhi beberapa hambatan, seperti keberadaan bangunan, gunung dan hutan. Diprediksi angin darat bergerak di bawah kecepatan 10 Knots.
“Gelombang untuk Juli masih relatif tinggi dan kecenderungannya secara klimatologis akan menurun. Dan biasanya akan tenang pada Oktober karena melemahnya angin timuran yang akan diganti dengan angin barat,” kata Sugeng lewat pesan singkat Juli.
Aris mengingatkan bagi pengguna transportasi laut dan nelayan supaya lebih waspada atas kondisi gelombang tinggi yang dapat mengancam keselamatan. Badan Pertolongan dan Pencarian (Basarnas) Kendari sedikitnya mencatat 11 kali melakukan operasi SAR sewaktu gelombang meninggi periode Juli-Oktober 2023 terhadap nelayan setelah dilaporkan mengalami kecelakaan kapal saat melaut.
Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Musim Kemarau
BMKG membagi zona musim di Sulawesi Tenggara menjadi 19 zona setelah sebelumnya hanya terdapat 5 zona musim. Zona musim terbagi berdasarkan kondisi suatu daerah yang bisa menampilkan periode berlangsungnya musim hujan dan kemarau.
Adapun awal musim kemarau 2024 di wilayah Sulawesi Tenggara terjadi dalam waktu variatif, meskipun secara umum dimulai Juli. Sementara BMKG memprediksi 14 dari 19 zona musim akan mengalami puncak musim kemarau memasuki Agustus. Berbagai pihak diingatkan agar waspada di puncak musim kemarau terkait potensi bencana kekeringan pengakibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
“fokus kita bahwa musim kemarau itu ada La Nina meskipun dalam fase lemah, sehingga kita fokus di dampak kekeringannya. Artinya, di sana perlu kita antisipasi terkait dengan bencana hidrometeorologi kering (kebakaran hutan dan lahan). Ini menjadi kewaspadaan masyarakat dan pemerintah,” seru Aris.
BMKG menemukan sebaran suhu panas kategori sedang berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau terdeteksi di beberapa daerah dengan titik terbanyak berada di Bombana, salah satunya di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Selain itu juga terdapat di area Rawa Tinondo, Kolaka Timur dan Kolaka.
TN Rawa Aopa rentan mengalami kebakaran mengingat kawasan seluas 1.050 kilo meter persegi mencakup administrasi wilayah Kabupaten Bombana dan Konawe Selatan dipadati tumbuhan alang-alang, tergolong vegetasi mudah tersulut api. Acap kali dilaporkan kejadian kebakaran disebabkan ulah manusia membuang puntung rokok di hamparan alang-alang kering lantas memantik nyala api kemudian menyebar dengan cepat. Tercatat kebakaran terjadi sejak Januari-Oktober 2023, menghanguskan lahan seluas 1.800 hektare.
Tahun ini potensi kebakaran patut kembali diwaspadai menyusul Bombana akan mengalami musim kemarau panjang diperkirakan berlangsung selama triwulan lebih.
Peristiwa kebakaran, kerap kali terjadi di Rawa Tinondo, Kolaka Timur. Kebakaran hebat pernah terjadi di musim kemarau 2019, dilaporkan nyala api melalap ratusan hektar lahan gambut hingga membuat kepulan asap pekat menyesaki areal permukiman sekitar nyaris sebulan lamanya. Proses pemadaman dilakukan secara kolektif melibatkan sejumlah pihak, antara lain pasukan TNI/Polri, BPBD kota dan provinsi, serta satuan tugas pengendalian kebakaran Brigade Manggala Agni bentukan Kementerian Kehutanan.
Memasuki kemarau 2024, Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan lewat pembentukan regu pengendalian kebakaran hutan dan lahan menggandeng Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) di 17 Kabupaten/kota.
Sejumlah alat pembaca keberadaan suhu panas disebar berbagai tempat untuk mendeteksi titik panas yang berpotensi menimbulkan kebakaran. Disamping itu, warga dihimbau tidak melakukan pembakaran saat membuka lahan untuk perkebunan.
Penulis: La Ode Muhlas