Fix Tak Boleh Ada Tambang Lagi di Pulau Wawonii

Jakarta. Bentara Timur – Mahkamah Agung mengabulkan permohonan  kasasi dari Pemohon Pani Arpiandi terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan PT Gema Kreasi Perdana sebagai Para Termohon. Putusan itu tertuang dalam Nomor 403 K/TUN/TF/2024 tanggal 7 Oktober 2024 telah mengabulkan

“Alhamdulillah, perjuangan warga untuk menyelamatkan Pulau Kecil Wawonii membuahkan hasil. Gugatan warga terhadap Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dikabulkan Mahkamah Agung dan Putusan ini sudah Berkekuatan Hukum Tetap,” ungkap Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Kamis (10/10/2024).

Putusan MA ini menyusul dua Putusan MA sebelumnya yang membatalkan pasal-pasal tambang dalam Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan dan Putusan MK, sehingga Pulau Kecil Wawonii tidak boleh ditambang.

Sumber Air Bersih Masyarakat di 3 Desa Wawonii Tercemar 

Tiga Warga Wawonii Sulawesi Tenggara Penolak Tambang Ditangkap Polisi

“Oleh karena itu, dengan tiga Putusan MA dan satu Putusan MK, maka PT GKP tidak boleh menambang lagi dan wajib merehabilitasi kawasan hutan dan setelah itu angkat kaki dari pulau kecil Wawonii. Selamat untuk warga yang konsisten berjuang mempertahankan Pulaunya dari kegiatan tambang yang merusak lingkungan,” ungkap Hengki.

Sementara itu, pada 13 April 2024 lalu, CERI telah mengungkapkan, anak usaha PT Harita Group, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) seluas kurang lebih 1.800 Ha, terdiri dari izin seluas 900 Ha dan 955 Ha, terus manambang nikel di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulewesi Tenggara dengan secara melawan beberapa aturan pemerintah akibat menafsirkan sendiri Putusan MK dan Putusan PTUN Jakarta.

“Aktivitas GKP ini pun terkesan malah dibiarkan berlangsung oleh oknum aparat penegak hukum setempat. Mulai dari Pemda tingkat kecamatan, kabupaten hingga tingkat provinsi serta Pusat bak seirama membiarkan perbuatan GKP itu,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Sabtu (13/4/2024) di Medan.

Dikatakan Yusri, sebagaimana dilansir media Bethita.id edisi 8 Maret 2022, perlakuan istimewa aparat menunjukan PT GKP bukan perusahaan sembarangan.

“Sebab, menurut dia, malah Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada Januari 2022 dengan surat Nomor T-5/MB.04/DBM.OP/2022 dan surat nomor B-571/MB.05/DJB.B/2022 tanggal 7 Februari 2022 telah menyebut bahwa IUP PT GKP ini termasuk salah satu dari 1.036 IUP yang mendapatkan sanksi administrasi berupa penghentian sementara karena telah lama tidak menyerahkan Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB), termasuk PT GKP,” beber Yusri.

Semetara itu, lanjut Yusri, menurut Koalisi Masyarakat Sipil Koral bersama PBI, Ekomarin dan TAPAK, sebagaimana dilansir Jaringnusa.id 27 Maret 2024, PT GKP khususnya telah salah menafsirkan dan melanggar Keputusan Makamah Konstitusi RI Nomor Perkara 35/PUU-XXI/2023 tanggal 21 Maret 2024 yaitu melarang Para Pihak berperkara termasuk PT GKP untuk menambang di Pengeloalaan Wilayah Pesisir atau Pulau Pulau Kecil (PWP3K).

Dikatakan Yusri, mengingat Makamah Konstitusi menolak gugatan PT GKP tersebut, maka implikasi dari keputusan itu antara lain, Norma Pasal 23 ayat (2) UU PWP3K yang melarang kegiatan pertambangan berikut sarana dan prasarana selain untuk kegiatan yang diprioritasnya tidak bertentangan dengan UUD 1945.

“Selain itu, Norma Pasal 35 huruf K UU PWP3K yang mengatur kegiatan pertambangan dilarang secara multlak tanpa syarat tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Yusri.

Terbaru, lanjut Yusri, pada akhir Maret 2024 hingga April 2024 persisnya beberapa hari sebelum Lebaran, masyarakat setempat mengirim video diduga akibat PT GKP yang malah menunjukan GKP secara vulgar seolah-olah menantang aparat penegak hukum dengan mengatakan siapa yang berani menghentikan operasi mereka yang katanya telah melanggar hukum dan merusak lingkungan.

“Padahal, GKP secara terang-terangan sejak akhir Maret 2024 hingga April 2024, telah memuat bijih nikel sebanyak 7 tongkang. Anehnya, oknum aparat bukan hanya membiarkan, tetapi terkesan sangat terkesan melindungi aktifitas GKP itu,” kata Yusri.

Padahal, lanjut Yusri, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pada 18 Maret 2019 lalu telah membeberkan bahwa penerbitan IUP di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan dan Pulau Kabena, Sulawesi tenggara menunjukkan ketidakwajaran. Pasalnya, IUP di kedua pulau itu diberikan untuk hampir seluruh pulau.

“Pertengahan September 2023 lalu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan izin pinjam pakai penggunaan kawasan hutan (IPPKH) anak perusahaan Harita Group, PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan (Konkep). Sulawesi Tenggara,” beber Yusri.(*)