Masyarakat Adat Kepulauan Aru Serukan Perlindungan Keanekaragaman Hayati di COP16 CBD

Ketgam : Perempuan Aru memegang poster Penyelamatan Kepulauan Aru. Foto : FWI

Bentara Timur – Masyarakat adat Kepulauan Aru, Maluku, Indonesia, menyerukan perlindungan keanekaragaman hayati di tanah leluhur mereka, bersamaan dengan perundingan perlindungan keanekaragaman hayati global pada COP16 CBD di Cali, Kolombia.

COP16 merupakan konferensi keanekaragaman hayati PBB. Hampir 200 negara termasuk Indonesia hadir dalam pertemuan itu untuk membahas bagaimana cara menyelamatkan alam dari laju kerusakan yang terjadi saat ini.

Monika Maritjie Kailey, yang mewakili masyarakat Aru, yang pada pertemuan itu menyatakan vitalnya perlindungan keanekaragaman hayati di Kepulauan Aru.

“Masyarakat adat terbukti mampu menjaga sumber daya alam melalui praktik kearifan lokal dan budaya leluhur. Kami telah berulang kali mempertahankan hutan dan laut kami dari ancaman industri ekstraktif. Sudah saatnya pemerintah Indonesia dan masyarakat global mengakui peran kami,” ujarnya.

Mengenal Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai

Kepulauan Aru dikenal sebagai salah satu area dengan keanekaragaman hayati tertinggi di Indonesia, meliputi 832 gugus pulau dengan total luas daratan 800 ribu hektare yang dikelilingi 4 juta hektare laut. Namun, wilayah ini menghadapi berbagai ancaman yang merusak, termasuk izin eksploitasi hutan dan perkebunan yang telah masuk sejak tahun 1970.

Di COP16, negosiasi tentang pengakuan terhadap kontribusi masyarakat adat dalam perlindungan keanekaragaman hayati berlangsung sengit. Masyarakat adat mendesak agar negara-negara yang hadir mengakui peran penting mereka dan membentuk badan permanen untuk mengakomodasi pengetahuan lokal dan praktik tradisional.

Monika menyoroti bahwa meskipun sudah ada  kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati, seperti Inpres Nomor 1 Tahun 2023, namun masih banyak yang perlu diperbaiki agar kebutuhan dan hak masyarakat adat diakui secara penuh.

Ogy Dwi Aulia dari Forest Watch Indonesia menegaskan bahwa  komunitas masyarakat adat di Kepulauan Aru telah menjadi penjaga keanekaragaman hayati. Kini, harapan bagi perlindungan keanekaragaman hayati di Kepulauan Aru berada di tangan pemerintah dan masyarakat global untuk memberikan dukungan yang adil dan berkelanjutan.

Catatan sejarah sudah sangat jelas memperlihatkan bahwa yang selama ini melindungi keanekaragaman hayati di Kepulauan Aru adalah komunitas-komunitas masyarakat adat di sana. Jadi sudah sewajarnya kontribusi masyarakat adat terhadap perlindungan keanekaragaman hayati di Kepulauan Aru diakui secara penuh

“Pengakuan terhadap kontribusi mereka tidak bisa ditunda lagi,”pungkasnya.

Penulis : Rosniawanti