Jakarta. Bentara Timur. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama jaringan Walhi daerah yakni Walhi Sulawesi Tengah, Walhi Sulawesi Tenggara, Walhi Sulawesi Selatn, Walhi Jawa Barat dan Walhi Jawa Tengah. Walhi melaporkan 29 korporasi yang diduga terlibat korupsi sumber daya alam (SDA) sekaligus kejahatan lingkungan berskala masif ke Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, Kamis 3 Juli 2025.
Menurut WALHI, indikasi korupsi dan perusakan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan tersebut telah menimbulkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp200 triliun.
“Kami melaporkan kembali 29 korporasi penjahat lingkungan yang diduga merugikan negara dan masyarakat, mulai dari perusahaan tambang nikel, perkebunan sawit, hingga PLTU,” ujar Fanny Trijambore, Kepala Kampanye Eksekutif Nasional Walhi.
Ia merinci, laporan ini mencakup 6 perusahaan tambang nikel, 8 perusahaan tambang mineral batuan, 2 pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara, 6 perusahaan perkebunan sawit, satu perusahaan smelter nikel, satu perusahaan kehutanan, satu real estate, dan satu perusahaan perkebunan komoditas lain.
KLH Bongkar Deretan Pelanggaran Lingkungan di Kawasan Industri IMIP Morowali
Fanny menyebut modus korupsi korporasi umumnya sama, memanfaatkan celah kebijakan demi mempermudah izin, melemahkan penegakan hukum, dan menyingkirkan hak-hak masyarakat sekitar. “Kerugiannya sangat besar, bahkan kerusakan ekologis akibat eksploitasi ini nyaris tidak bisa dipulihkan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Sulawesi Tenggara, Andi Rahman, menyoroti kerusakan di Pulau Kabaena dan Pulau Wawonii yang menjadi bukti nyata lemahnya perlindungan negara. “Selain kerugian negara, kita bicara hilangnya ruang hidup rakyat. Negara tidak boleh membiarkan impunitas korporasi terus berlangsung,” tegas Andi.
Walhi Sultra sebelumnya juga melaporkan aktivitas tambang nikel di pulau-pulau kecil yang berpotensi menghancurkan ekosistem pesisir dan merugikan nelayan.
Senada, Direktur Walhi Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, menambahkan laporan tambahan soal anak perusahaan perkebunan sawit Astra Agro Lestari (AAL) yang beroperasi di Sulawesi Tengah. Menurutnya, terdapat indikasi maladministrasi izin, gratifikasi, hingga konflik lahan dengan warga.
“Kami sudah laporkan enam anak perusahaan AAL yang beroperasi di Morowali Utara, Poso, dan Donggala,” ungkap Sunardi. Perusahaan-perusahaan itu antara lain PT Agro Nusa Abadi, PT Sawit Jaya Abadi 1 dan 2, PT Rimbun Alam Sentosa, PT Lestari Tani Teladan, dan PT Mamuang.
Koalisi Masyarakat Sipil Sultra Soroti Hilirisasi Tambang Sebabkan Kerusakan Alam
Uli Arta Siagaan, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Eksekutif Nasional, menegaskan bahwa laporan ini mencakup korporasi dari berbagai sektor, mulai dari tambang emas, tambang nikel, perkebunan sawit, hingga sektor properti dan pembangkit listrik. “Kami mencatat kerugian hingga Rp200 triliun dari praktik ilegal, perusakan hutan, hingga pembongkaran kawasan lindung,” katanya.
Dalam kesempatan itu, WALHI juga mengapresiasi respon Kejagung yang langsung menerima laporan mereka dan berkomitmen memilah kasus-kasus tersebut untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangannya, baik di ranah Pidana Umum, Pidana Khusus, maupun melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan.
“Kami berharap proses hukum berjalan transparan, terbuka, dan partisipatif, agar tidak ada lagi impunitas bagi pelaku kejahatan lingkungan,” tutup Uli.
Diketahui, pada Maret lalu Walhi juga telah melaporkan 47 perusahaan lain ke Kejagung, dan berjanji akan terus mengawal kasus-kasus korupsi SDA di Indonesia.
Editor : Rosniawanti